Teknologi Hasil Ternak (Pemotongan Ternak)
Tinjauan Pustaka
klik gambar untuk memperbesar |
Daging merupakan bahan pangan sumber protein
dengan kandungan gizi yang lengkap dan bisa diolah menjadi berbagai jenis
produk makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Daging didefinisikan sebagai
semua jaringan hewan yang layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang memakannya termasuk diantaranya hati, ginjal, otak, paru,
jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot serta semua produk daging
(Soeparno,1998).
Pemotongan ternak dilakukan disuatu tempat
khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu
di Rumah Potong Hewan. Persyaratan atau peraturan mengenai pemotongan hewan
dimaksudkan untuk melindungi hewan dari kekejaman yang tidak semestinya,
tetangga-tetangga dari gangguan dan konsumen dari daging yang berasal dari
hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak sehat atau dijual tanpa pemeriksaan (Williamson dan Payne, 1993).
Pada dasarnya ada dua cara atau teknik
pemotongan ternak, yaitu (1) teknik pemotongan secara langsung, (2) teknik
pemotongan secara tidak langsung. Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan
sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus
(Soeparno, 1998).
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak
harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau
tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan
darurat. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan
pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan
cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998).
Secara umum, mekanisme urutan pemotongan
ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan
dan proses penyiapan karkas, ternak yang sudah dinyatakan sehat oleh dokter
hewan atau petugas yang berwenang dan cap S (slaughter = potong) serta sudah diistirahatkan dibawa ke ruang
pemotongan dan disiram dengan air dingin. Maksud penyiraman dengan air dingin
adalah : (1) agar ternak menjadi bersih dan (2) agar terjadi kontraksi perifer
(faso kontraksi), sehingga darah di bagian tepi tubuh menuju ke bagian
dalam tubuh dan pada waktu disembelih,
darah dapat keluar sebanyak mungkin serta mempermudah pengulitan (Soeparno,
1994).
Ternak disembelih oleh “kaum” atau “modin”
yang juga menghadap kiblat, sehingga kepala ternak ada disebelah selatan dan
ekor di sebelah utara. Selama proses penyembelihan, setelah bagian kulit, arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan
esofagus terpotong, dilakukan
pengeluaran darah dengan pisau yang lazim disebut proses “bleeding” yaitu menusuk leher ke arah jantung, pengeluaran darah
yang tidak sempurna selama proses penyembelihan menyebabkan lebih banyak residu
darah yang tertinggal di dalam karkas sehingga daging yang dihasilkan lebih
gelap dan lemak daging dapat tercemar oleh darah (Swatland, 1984).
Menurut Soeparno (1998), ada tiga macam
teknik pengulitan yaitu : (1) pengulitan di lantai, (2) pengulitan dengan
digantung, dan (3) pengulitan dengan menggunakan mesin.
Pengulitan diawali dengan membuat irisan
panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut (abdomen). Kemudian irisan dilanjutkan
sepanjang permukaan dalam (medial)
kaku. Kulit dipidahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh ternak
(Setiyono, 2000).
Menurut Soeparno (1994), setelah pengulitan,
rongga dada dibuka dengan gergaji, tepat melalui ventral tenah tulang dada atau
sternum. Rongga abdomen dibuka dengan irisan sepanjang ventral tengah, kemudian
pemisahan penis atau jaringan ambing dan lemak ruang abdominal yang sudah
lepas. Bonggol pelvik dibelah dan pisahkan kedua bagian tulang pelvik. Dibuat
irisan sekitar anus dan tutup dengan kantong plastik. Kuliti ekor jika belum
dilakukan. Dipisahkan oesophagus dari trakhea. Dikeluarkan kandung kencing dan
uterus jika ada, intestinum dan mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung
serta hati. Setelah memotong diafragma, pisahkan pluck, yaitu jantung paru-paru
dan trakhea. Dipisahkan karkas menjadi bagian kiri dan kanan dengan gergaji,
tepat melalui garis punggung. Karkas dirapikan dengan memotong bagian-bagian
karkas yang dianggap kurang bermanfaat. Karkas ditimbang untuk memperoleh berat
segar. Karkas yang telah siap, setelah dicuci dapat dibungkus dengan kain putih
untuk merapikan lemak subkutan.
Pemeriksaan daging meliputi : (1) pemeriksaan
sebelum ternak dipotong, lazim disebut pemeriksaan antemortem, dan (2)
pemeriksaan setelah pemotongan atau yang azim disebut postmortem, yaitu
pemeriksaan karkas dam alat-alat dalam (viscera),
serta produk akhir (Soeparno, 1994).
Materi dan Metode
Materi
Alat. Praktikum pemotongan ternak tidak menggunakan alat.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum pemotongan adalah ternak donor sapi.
Metode
Praktikum yang dilaksanakan adalah pengamatan
proses pemotongan ternak ruminansia besar seperti sapi di Rumah Potong Hewan
Sub Dinas Kehewanan Giwangan Yogyakarta.
Praktikum ini juga dilaksanakan dengan membandingkan hasil pengamatan cara
pemotongan ternak ruminansia besar pada rumah potong hewan dengan teori yang
dibenarkan tentang cara pemotongan pada berbagai referensi buku. Data yang
diamati adalah metode penyembelihan, bangsa ternak, jenis kelamin, umur, bobot
hidup, bobot karkas, lama waktu masing-masing proses dan lokasi pemasaran.
Hasil dan Pembahasan
Praktikum pemotongan ternak dilakukan pada
tanggal 3 November 2008 di Rumah Pemotongan Hewan Giwangan Yogyakarta.
Praktikum dilakukan dengan wawancara langsung dengan pengelola dan pengamatan
langsung mulai dari pengistirahatan sampai pemotongan bagian-bagian karkas.
Setelah ternak datang, dilakukan pemeriksaan
antemortem. Tujuan dari pemeriksaan antemortem adalah untuk mengetahui ada
ternak yang cedera, sehingga ternak harus dipotong sebelum ternak yang lain dan
untuk mengetahui ternak-ternak yang sakit dan harus dipotong secara terpisah
dengan ternak yang sehat (Soeparno, 1998).
Pada praktikum pemotongan, sapi yang dipotong
adalah sapi jenis PO (Peranakan Ongole),
betina dan berat hidup 272,4 kg. Di RPH Giwangan, dilakukan pengistirahatan
ternak dengan pemuasaan ternak tanpa diberi pakan. Lama pengistirahatan
bervariasi mulai dari 1 jam sampai 8 jam. Maksud dari pemuasaan ternak sebelum
dipotong adalah untuk memeperoleh bobot tubuh kosong, yaitu bobot tubuh setelah
dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu
dan untuk mempermudah proses pemotongan karena dengan dipuasakan ternak menjadi
lebih tenang (Soeparno, 1998).
Setelah pemuasaan, ternak digiring dari
kandang penampung, ternak disiram dengan air, air digunakan agar ternak bersih
dan mempermudah pengulitan. Setelah itu, ternak masuk dalam killing box, yang berupa ruangan sempit
segi empat panjang dengan salah satu sisinya bisa dibuka. Setelah ternak masuk,
kaki diikat, sisi killing box dibuka
dan ternak jatuh menghadap kiblat. Pemotongan dilakukan sesuai syariat Islam.
Sapi dipotong dengan menghadap kiblat, kepala berada di sebelah selatan dan
ekor di sebelah utara. Ternak disembelih dengan mengiris pada bagian kulit, vena jugularis, arteri carotis oesophagus
dan trakhea. Proses penyembelihan
memakan waktu 3 menit. Proses penyembelihan tidak terlalu lama atau ternak
harus cepat mati, sehingga tidak terlalu lama tersiksa (Soeparno, 1998).
Setelah itu, kepala dipisah dan dilakukan
pengulitan gantung, proses pengulitan berjalan selama 3 menit, setelah
pengulitan, rongga perut dibuka, dikeluarkan jerohannya. Pengeluaran ini
memakan waktu 50 detik. Jerohan lalu dimasukkan dalam ruangan yang berbeda,
yaitu ruang jerohan hijau untuk saluran pencernaan dan ruang jerohan merah
untuk jantung, paru-paru, hati, limpa dan ginjal, dalam ruangan tersebut
organ-organ dibersihkan dan diperiksa secara postmortem, seperti adanya cacing
pada hati atau batu ginjal pada ginjal.
Pembelahan karkas di RPH Giwangan memakan
waktu 1 menit 8 detik. Pembelahan dilakukan dengan mesin, mulai dari tulang
leher, karkas dibelah menjadi dua, sebelah kiri dan kanan. Setelah itu karkas
ditimbang secara sensoris, beratnya mencapai 136,2 kg. Presentase karkas dari
satu tubuh sapi mencapai 40-50%. Karkas lalu masuk ke ruang lain untuk dipotong-potong
sesuai keinginan konsumen. Sebelum dipotong-potong, seharusnya karkas dilayukan
dahulu kurang lebih 8 jam, namun karena konsumen ingin mendapatkan segera
karkasnya, maka proses pelayuan tidak dilakukan. Pengangkutan biasanya diambil
sendiri oleh konsumen atau diantar ke kios-kios.
Kesimpulan
Pada praktikum pemotongan ternak di RPH
Giwangan, sapi yang dipotong adalah sapi
jenis PO (Peranakan Ongole), betina, berat hidup 272,4 kg dan berat karkas
136,2 kg.
Proses pemotongan dimulai dari pemeriksaan
ternak secara anteomortem, pengistirahatan, pemuasaan, penyiraman air,
penyembelihan selama, pengulitan, pengeluaran jerohan, pemeriksaan antemortem,
pembelahan karkas, penimbangan karkas, pemotongan karkas dan pengangkutan
karkas.
Daftar Pustaka
Setiyono. 2000. Abatoir dan Tehnik Pemotongan. Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan 2. Gadjah Mada
University Press.
Yogyakarta.
Soeparno, 1998, Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan III, Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Swatland, H., J. 1984. Structure and Development of Meat
Animals. Prentice Hall Inc., Englewood
Cliffs. New Jersey.
Williamson, G dan W, J, A, Payne. 1993. Pengantar Peternakan di
Daerah Tropis. Penerjemah : S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada
University Press.
Yogyakarta.
Comments
Post a Comment