Biokimia Ternak (Pengukuran Gas Produk Fermentasi)

TINJAUAN PUSTAKA
Biokimia Ternak (Pengukuran Gas Produk Fermentasi)
Klik gambar untuk memperbesar

Rumen adalah rongga atau ruangan perut binatang pemamah biak. Pada rumen ruminansia terjadi fermentasi. Fermentasi adalah reaksi biokatalis yang digunakan untuk mengolah substrat menjadi produk baru. Biokatalis dapat berasal dari bakteri, jamur dan khamir (Suharto, 1995). Kondisi lingkungan rumen mempunyai hubungan yang erat dengan pH cairan rumen, karena tinggi rendahnya pH di dalam rumen akan mempengaruhi aktivitas mikrobia rumen (Soebarinoto et al, 1990)
Tidak ada bakteri maupun protozoa yang secara langsung memfermentasikan karbohidrat untuk memproduksi CH4, tetapi banyak dari mikrobia tersebut memproduksi format, H2 dan CO2 sebagai produk fermentasi. Spesies bakteri metanogenik kemudian mentransformasikan H2 dan CO2 tersebut menjadi CH4. Format diubah menjadi H2 dan CO2 oleh bakteri metanogenik dan menggunakan format sehingga substrat untuk memproduksi gas metan (Hobson, 1988)
Salah satu metode invitro, yaitu menggunakan teknik produksi gas. Dimana metode ini menguukur produksi gas yang dihasilkan selama inkubasi sampel. Pada prinsipnya teknik produksi gas merupakan jumlah gas yang dihasilkan jika bahan pakan diinkubasi secara invitro dengan cairan rumen. Produksi gas dapat merupakan gambaran banyaknya bahan organik yang tercerna substrat yeng terfermentasi secara akurat dan produksi gas mempunyai hubungan erat dengan nilai kecernaan suatu bahan pakan ternak ruminansia (Yusiati, 1996).
Penetapan degradasi secara invitro adalah metode laboratorium yang prinsipnya meniru system pencernaan pada ruminansia, yaitu dengan menginkubasi sampel pakan ke dalam cairan rumen dan ditambahkan larutan buffer yang telah disiapkan dan proses tersebut berjalan secara anaerob. Tahap berikutnya adalah mengasamkan sampelnya dengan penambahan HCl yang kemudian. Sampel akan mengalami proses hidrolisis protein tercerna dengan pepsin selam 48 jam (Tillman et al. 1998).
Besarnya produksi gas secara invitro menggambarkan banyaknya sampel terutama bahan organik yang difermentasikan. Setelah gas yang diproduksi optimal, kecepatan produksi gas akhirnya menurun hingga mencapai titik nol dan tidak lagi dihasilkan gas. Hal ini disebabkan semakin lama paka di dalam rumen, maka semakin berkurang sumber bahan pakan yang dapat difermentasikan untuk menghasilkan gas (Ella et al, 1997).
Proses fermentasi di dalam rumen dipertahankan oleh karena adanya sekresi saliva yang berfungsi mempertahankan nilai pH dengan kisaran 6,5sampai 7,0. Kondisi rumenyang anaerob, suhu rumen yang konstan dan adanya kontraksi rumen dapa menyebabkan konta antara enzim dam substrat menjadi mengikat dan laju pengosongan rumen diatur sedemikian rupa sehingga setiap saat selalu mempunyai isi (Nuswantara, 2000).
Pada prinsipnya, proses fermentasi pakan dipengaruhi oleh beberapa factor yang saling satu sama lainnya, yaitu : 1) karakteristik dari bahan yang akan digunakan, meliputi kadar air, kadar karbohidrat terlarut, ukuran bahan, 2) macam dan kadar bahan tambahan antara lain komposisi medium untuk berlangsungnya proses fermentasi, inoculum, dan feed additive. 3) metode pengisian bahan ke dalam silo dan kadar oksigen di dalam silo (Pepper, 1983).
Aktivitas dan populasi mikrobia di dalam rumen dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) suhu rumen, fluktuasi suhu rumen dapat mempengaruhi populasi mikrobia rumen terutama spesies-spesies tertentu yang sangat peka terhadap perubahan temperature lingkungan, 2) pH rumen, keasaman rumen dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan sehingga mempengaruhi produk fermentasi, yaitu VFA dan konsentrasi bokarbonat dan fosfor yang disekresikan oleh ternak melalui saliva (Owens dan Goestch, 1988). 3) frekuensi pemberian pakan karena bertambahnya frekuensi pemberian pakan menyebabkan fluktuasi pH rumen akan berkurang. 4) macam dan komposisi pakan sangat menentukan terhadap hasil akhir fermentasi rumen, jika pakan mengandung serat kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan dan sebaliknya jumlah protozoa berkurang. 5) spesies ternak, setiap spesies ternak mempunyai variasi jenis dan jumlah mikrobia yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkah laku makan atau perbedaan volume rumen, serta laju pengeluaran isi rumen ke saluran berikutnya (Soetanto, 1987).


MATERI DAN METODE

MATERI
Alat. Alat yang digunakan dalam percobaan pengukuran gas produk fermentasi adalah penyaring, syiringe, piston, alat inkubasi, labu, pipet semi otomatis, magnetic stirrer, thermometer, erlenmeyer, gelas beker, dan corong, gelas ukur.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk pengukuran gas fermentasi adalah ampas aren sebagai sampel dan kolonjono sebagai standar, ternak donor, gas CO2, larutan disodium hydrogen carbonat (Na2HPO4), larutan MgSO4.7H2O, larutan potassium dihisrogen phosphate (KH2PO4), larutan sodium hydrogen carbonat (NaHCO3), larutan ammonium hydrogen carbonat (NH4HCO3), larutan calcium chloride (CaCl2.2H2O), larutan mangan chloride (Fe3+Cl3.6H2O), larutan resazurin (0,1%) larutan sodium hydroxide (1N ; NaOH) larutan sodium sulphide (Na2S.7H2O), Vaseline dan bahan pakan.

METODE
Ternak donor. Digunakan 1 ekor sapi denga fistula rumen. Cairan rumen dapat digunakan apabila ternak sudah diberi pakan yang tetap selama 2 hari dengan interval pemberian pakan 8 jam. Ransum yang diberikan untuk ternak donor terdiri dari 50-60% hijauan dan 40-50% konsentrat yang jumlah pakannya harus memenuhi kebutuhan pokok hidup. Pengambilan cairan rumen dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan.
Persiapan sampel. Sebelum digunakan, bahan pakan yang akan diuji dugiling dan disaring terlebih dahulu dengan penyaring 1mm. Bahan pakan yang digunakan sebanyak 0,3 gram. Bahan pakan yang akan diuji dimasukkan ke dalam syiringe dan disahakan jangan sampai dinding syiringe dikotori, agar pada waktu inkubasi piston tidak macet. Sebaiknya sebelum dimasukan ke dalam syiringe, piston dilumuri dulu dengan vaselin. Blanko Z syiringe diletakkan di awal dan diakhir.
Persiapan larutan. Dibuat larutan mineral A (main element), larutan mineral B (trace element), larutan buffer, larutan resazurin, larutan reduksi (untuk satu resep). Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu, dicampur dengan magnetic stirrer dan dipanaskan pada suhu 35oC dengan urutan : aquadest, larutan mineral B, larutan buffer, larutan mineral A larutan resazurin, larutan pereduksi, setelah itu, gas CO2 dialirkan dan sementara itu larutan reduksi ditambahkan. Larutan yang berwarna kebiru-biruan akan berubah menjadi agak merah, kemudian menjadi tidak berwarna (anaerob). Cairan rumen hanya boleh dimasukkan ke dalam labu apabila Indikator sudah berubah menjadi tidak berwarna. Rasio perbandingan cairan rumen dan larutan media 1 : 2 (V/V). penambahan CO2 diteruskan setelah cairan rumen dimasukkan ke dalam labu.
Pengambilan cairan rumen. Pengambilan dilakukan sebelum pemberian pakan pada pagi hari. Partikel-partikel yang kasar dalam cairan rumen dipisahkan dengan menggunakan kain linen (kasa) dengan pompa hisap. Cairan rumen harus dibawa ke laboratorium dengan menggunakan thermos, kira-kira sebanyak 600ml cairan rumen dapat digunakan untuk analisis 5 sampel dengan 3 kali ulangan. Lebih baik sebelum digunakan cairan rumen digasi terlebih dahulu delama kurang lebih 30 menit.
Gas test. Campuran cairan rumen dan larutan media dimasukkan ke dalam syiringe yang telah berisi bahan pakan yang akan dianalisis dan diinkubasi pada suhu 39oC semalam, dengan pipet semi otomatis sebanyak 30ml. Apabila terdapat gelembung udara, maka gelembung udara diusahakan agar naik ke permukaan dengan cara digoyang. Kemudian gas CO2 dialirkan selama beberapa saat (kurang lebih 15 menit) dan klip penutup dibaca (Vo) dengan syiringe yang diinkubasi dengan suhu 39oC. Untuk koreksi maka dibuat blanko dengan cara seperti diatas hanya tanpa penambahan sampel bahan pakan. Kenaikan volume gas setelah diinkubasi selama 1,2,4,8,12,24,36 dan 48 dicatat hasilnya pada saat tertentu apabila volume gas di dalam syiringe telah maksimum, maka gas dikeluarkan dengan cara klip dibuka dan volume dikembalikan ke posisi Vo.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel.1 Hasil Pengamatan Produksi Gas

V0
V1
V2
V4
V6
V8
V12
V24
V36
V48
Sampel
28
28
28
28
28.5
29
32
43
47
51
Standar
28
28
29
30
32
35
40
50
56
61
Blanko
28.5
28.5
28.5
28.5
28.5
28.5
28.5
28.5
28.5
28.5

Tabel.2 Produksi Gas Komulatif Hasil Fermentasi Mikrobia Rumen

V1
V2
V4
V6
V8
V12
V24
V36
V48
Sampel
0
0
0
0,5
1
4
15
19
23
Standar
0
1
2
4
7
12
22
28
33
Blanko
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Vsampel - Vblanko
Vstandar - Vblanko
0
0
0
1
0
2
0,5
4
1
7
4
12
15
22
19
28
23
33

Dapat diketahui bahwa produksi gas di dalam rumen dari hasil data terus meningkat dan terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada pada V48 pada sampel dan standar. Sedangkan pada blanko tidak terjadi produksi gas dikarenakan tidak terdapat bahan pakan di dalam siringe tersebut, sehingga mikrobia dari dalam rumen tidak mendapatkan energi untuk proses pembentukan energi tersebut. Dengan begitu jika pakan tersebut dapat terdegradasi dengan cepat maka produksi gas di juga terjadi dengan cepat.

Gambar Grafik
Biokimia Ternak (Pengukuran Gas Produk Fermentasi)
Klik gambar untuk memperbesar

Rumput pangola (Digitaria decumbens) digunakan sebagai standar produk gas fermentasi. Tanaman ini cocok untuk dibuat silase yang dipotong sebelum tanaman tua. Rumput pangola mempunyai komposisi kimia yaitu kandungan PK bervariasi antara 3,9 sampai 11,6%, SK sebesar 30,2%, Abu sebesar 6,4%, EE sebesar 1,5%, BETN sebesar 44,8%, BK sebesar 8,6%
Aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Ampas aren mempunyai komposisi kimia yaitu kandungan PK sebesar antara 5,74% sampai 13,62%, BK sebesar 91,43% sampai 92,67%, dan TDN antara 43,59% sampai 65,38%.
Hasil pengukuran produksi gas fermentasi ini menunjukkan bahwa perbedaan waktu dalam V0, V1, V2, V4. . . , V48 memberikan perbedaan yang nyata terhadap produksi gas. Rata-rata produksi gas pada sampel mulai jam ke-1 (V1) sebesar 28 ml, jam ke-2 (V2) sebesar 28 ml, jam ke-4 (V4) sebesar 28 ml, jam ke-6 (V6) sebesar 28.5 ml, jam ke-8 (V8) sebesar 29 ml, jam ke-12 (V12) sebesar 32 ml, jam ke-24 (V24) sebesar 43 ml, jam ke-36 (V36) sebesar 47 ml, jam ke-48 (V48) sebesar 51 ml.
Secara nyata produksi gas yang dihasilkan relatif lebih besar dibanding yang lain (jam ke 0,2,4, . . . .) seiring dengan semakin lamanya waktu yang diberikan, maka kesempatan mikroba untuk memproduksi dengan memanfaatkan nutrien yang tersedia lebih optimal. Hal ini terjadi karena mikrobia enzim produk ditambah hasil buangan (gas), sehingga meskipun mikroba yang ditanam mengalami pertumbuhan dan terjadi aktifitas dengan menghasilkan gas, tetapi dari hasil analisis ternyata produksi gas mengalami fluktuasi.
Pada saat praktikum pengukuran gas produksi fermentasi digunakan larutan resazurin yang berfungsi sebagai indikator warna, jika keadaan dalam cairan sudah anaerob maka keadaan indikator sudah tidak berwarna. Larutan pereduksi berfungsi untuk mengikat O2 agar keadaan larutan tetap anaerob. Larutan mineral A, dan larutan mineral B, digunakan untuk sebagai nutrisi mikrobia rumen tersebut. Sebelum piston dimasukkan ke dalam syiringe, terlebih dahulu piston dilapisis dengan vaselin yang berguna untuk sebagai pelicin agar piston tidak macet saat terdapat gas hasil fermentasi tersebut, selain sebagai pelicin vaselin tersebut juga berfungsi agar udara di dalam syiringe tidak keluar dan udara di luar syiringe tidak dapat masuk.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi produksi gas fermentasi adalah waktu inkubasi, jumlah substrat, pengeringan sampel, ukuran sampel, kandungen nutrient, koreksi standar.
Dengan sistem fermentasi sekali unduh (batch fermentation) nampaknya terjadi inhibisi enzim oleh produk. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa sampai dengan penyimpanan 48 jam masih mampu memberi nutrien untuk mempertahankan kehidupan mikroorganisme (Yusiati et al.,1999). Produksi gas merupakan hasil proses fermentasi yang terjadi dalam rumen dan dapat menggambarkan bahan organik yang tercerna (Ella et al., 1997). Semakin banyak karbohidrat yang dapat terfermentasi oleh mikroorganisme rumen, maka akan meningkat pula produksi gasnya (Von Soest, 1994).
Keberhasilan proses fermentasi tidak hanya tergantung semata-mata kepada bahan subtrat mikroorganisme saja, tetapi juga tergantung pada faktor-faktor lingkungan yang bersifat biotis atau abiotis lainnya, misal : suhu, Ph, udara, dan senyawa toksik. Secara nyata produksi gas jam ke-48 relatif lebih besar dibanding jam ke-36, hal ini dimungkinkan masih ada mikrobia penyedia nutrien dan tidak ada metabolit yang bersifat racun bagi mikrobia, sehingga terjadi pertumbuhan dan produksi gas yang selalu naik setiap jamnya. Pola pertumbuhan pada fase eksponensia tidak berlangsung terus tanpa batas, laju konsentrasi nutrien yang tinggi dan terakumulasi ekskresi hasil metabolisme akan mempengaruhi pertumbuhan mikrobia. Hal ini akan mengakibatkan mula-mula laju pertumbuhan menurun hingga sel membiak sama sekali. Terhentinya pertumbuhan mikrobia disebabkan karena nutrien yang penting untuk pengembangbiakkan sudah tidak cukup tersedia dan terakumulasinya metabolisme yang bersifat racun bagi mikrobia tersebut (Darwis dan Sukara, 1990).


KESIMPULAN

Produksi gas bertujuan untuk menentukan besarnya gas hasil (produk) dari fermentasi serat kasar dengan menggunakan cairan rumen.
Produksi gas merupakan hasil proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen yang dapat menunjukkan aktivitas mikrobia di dalam rumen serta menggambarkan banyaknya bahan organik yang tercerna. Selain itu produksi gas yang dihasilkan dari pakan yang difermentasi dapat mencerminkan kualitas pakan tersebut.
Keberhasilan proses fermentasi tidak hanya tergantung semata-mata kepada bahan subtrat mikroorganisme saja, tetapi juga tergantung pada faktor-faktor lingkungan yang bersifat biotis atau abiotis lainnya, misal : suhu, Ph, udara, dan senyawa toksik.


DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, P. K. 1982. Di Lampung Onggok Bakal Menggunung. Kompas. Minggu, 9 Mei 1982.
Darwis, A. A. dan E. Sukara. 1990. Teknologi Mikrobial. Departemen P dan K. Dirjen Pendidikan Tinggi. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Ella, A. S. Hardjosoewignya, T. R. Wiradaryadan dan M. Winugroho. 1997. Pengukuran Produksi Gas dari Hasil Proses Fermentasi Beberapa Jenis Leguminosa Pakan. Dalam : Prosidins Sem. Nas II-INMT Ciawi, Bogor.
Van soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of Ruminant 2 nd ed Comstock Publ. Associated A. Division of Cornell. University Press. Ithace and Candon PP 8-37

Comments

  1. Winning303 Arena Sabung Ayam Terpopuler yang menghadirkan Ayam Ras Juara dan Ras-ras Terkuat..Pertarungan yang sangat seru bakal di hadirkan disini...

    Winning303 juga menyediakan permainan lain
    1. Sportbooks
    2. Live Casino
    3. Slot Online
    4. Lottery/Togel
    5. Poker Online

    Yang pastinya tidak kalah seru dengan permainan lainnya...
    cukup 1 User ID untuk semua permainan..Gak Pake Ribet...

    Ayo Langsung bergabung dengan kami...
    Customer Service 24 Jam
    Hubungi Kami di :
    WA: +6287785425244

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Biokimia Dasar (Protein)