Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)

TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar

Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak, yang berupa tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup serta hasil-hasilnya. Ditinjau secara histologi kulit hewan mamalia mempunyai struktur yang bersamaan, yang terdiri dari 3 lapis yang jelas dalam struktur maupun asalnya(Soeparno,2001).
Secara histologis kulit mentah atau kulit segar terdiri dari tiga bagian yaitu epidermis, korium dan sub kutis. Susunan kimia kulit segar terdiri dari air 64%, protein 33%, lemak 2%, mineral 0,5% dan substansi 0,5% (Kanagy, 1977).
Komposisi kimia kulit berbeda-beda tergantung dari jenis bangsa, umur dan jenis kelamin. Kulit terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan enzim. Komposisi kimia kulit segar terdiri dari 64% air,33% protein, 2% lemak,0,2% mineral dan 0,8% substansi lain. Dari 33% protein yang terkandung didalam kulit terdiri dari 29% kalogen,0,3% elastin, 0,2% keratin, 1% globulin dan albumin,0,75 mucin dan mukoid (Soeparno,2001).
Air dalam kulit mentah dan kulit samak dibagi menjadi 3 golongan yaitu air bebas,air berasosiasi dan air terikat. Air bebas mudah menguap pada proses pengeringan kulit. Air berasosiasi adalah air yang bergabung dengan zat-zat kulit pada proses pengeringan kulit agas sukar menguap. Air terikat yaitu air yang terikat pada protein, pada proses pengeringan sangat sukar menguap (Soeparno, 2001).
Protein pada kulit digolongkan menjadi dua yaitu protein fibrous dan protein globular. Keduanya ini selalu terdapat dalam kulit mentah. Protein mempunyai pengaruh besar pada kulit adalah kolagen. Kulit mentah sangat sedikit mengandung protein glubolar. Albumin tidak larut dalam air dan larutan garam, sedangkan glubolin larut dalam larutan garam tetapi tidak larut dalam larutan air. Albumin dan globulin akan menjendal (presipitasi) bila dipanaskan (Anonimus, 1985).
Kelenjar lemak berfungsi untuk meminyaki atau melumasi sel-sel rambut dan lapisan korneum pada epidermis. Banyak sedikitnya lemak yang terkandung di dalam kulit mempengaruhi sifat-sifat fisik kulit diantaranya kekuatan tarik, kemuluran, kuat tekuk dan ketahanan bengkuk serta mampengaruhi kekakuan dan kelemasan kulit (De beukelar, 1978).
Karbohidrat dalam kulit berfungsi sebagai pelumas dan pelindung jaringan mukoid berperan dalam pembentukan jaringan elastis dan berfungsi untuk melumasi serabut elastis (Soeparno , 2001).
Mineral yang penting dari kulit mentah yaitu, Na, Ca, K, Mg, dan P. Ca berfungdi untuk rekatan sel-sel jaringan (Kanagy, 1977).
Sifat-sifat fisik kulit ialah ketahanan kulit terhadap pengaruh-pengaruh luar antara lain pengaruh mekanik, kelembaban dan suhu luar. Kekerasan kulit dan kekuatannya dipengaruhi oleh kadar air, protein fibrus, protein globuler dan lemak yang ada dalam kulit.
Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Kekuatan tarik kulit adalah daya kulit untuk menahan sejumlah beban persatuan luas penampang kulit sampai batas retak dan putus. Kuat tarik kulit adalah besarnya gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik kulit sampai putus dan dinyatakan dalam kg/cm2 dan Newton/cm2 (Anonimus, 1985).
Kekuatan tarik kulit dipengaruhi oleh kadar air, lemak, protein fibrous, protein globular dan struktur jaringan (Nayudamma, 1975). Menurut Kanagy (1977), sudut jalinan dan kadar lemak berpengaruh negatif terhadap kekuatan tarik kulit, makin besar sudut jalinan dan kadar lemak kekuatan tarik akan turun. Protein fibrous dan tebal korium yang tinggi akan menghasilkan kuat tarik yang tinggi.
Persentase kemuluran adalah persentase pertambahan panjang sampai kulit yang ditarik hingga putus. Perhitungan besarnya kekuatan tarik dan kemuluran didasarkan pada luas penampang contoh kulit, pertambahan panjang selama ditarik dan beban yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit sampai putus (Djojowidagdo, 1981).
Persen kemuluran
Persen kemuluran adalah berapa pertambahan panjang contoh kulit yang ditarik hingga putus dinyatakan dalam persen. Perhitungan berapa besarnya kekuatan tarik dan persen kemuluran didasarkan atas macam species, luas penampang contoh kulit (cm2). Bertambahnya panjang dan beban yang dibutuhkan sampai contoh kulit putus (Nayudamma , 1978 ).
Suhu Kerut
Suhu Kerut ialah suhu tertentu yang mengakibatkan contoh kulit mengalami pengerutan. Peningkatan dan penurunan suhu kerut tergantung dari kadar air, protein, elektrolit dan nonelektrolit, derajat keasaman selama penguluran (Nayudama,1978). Banyaknya kadar air dalam molekul kolagen juga mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kerut, kandungan air yang tinggi menyebabkan suhu keruh rendah, sebaliknya kandungan air rendah menyebabkan suhu kerut tinggi (Soeparno, 2001).  
Faktor-faktor yang menentukan sifat fisik kulit yaitu komposisi kimia dan struktur jaringan kulit. Degradasi serabut-serabut kolagen akan menyebabkan mutu kulit rendah dan kekuatan kulit juga rendah. Kekuatan kulit ditentukan oleh ukuran serabut, banyaknya berkas serabut dan susunan berkas serabut kolagen, pada hewan muda berkas serabut kolagen masih longgar, sehingga kekuatan kulit rendah dan persentase kemulurannya tinggi. Semakin bertambah umur ternak maka susunan kolagennya semakin stabil, sehingga suhu kerut kulitnya semakin tinggi (Kanagy, 1977).
Kerut maksimal
Kerut maksimal dinyatakan sebagai pengerutan kulit yang disebabkan oleh pemanasan dengan air mendidih selama 15 menit yang dinyatakan dalam persentase (Nayudamma, 1978).
Kandungan air dalam protein kolagen akan mempengaruhi pengerutan kulit. Pada kulit perkamen nilai pengerutan lebih kecil dari kulit kering. Hal ini disebabkan karena pada kulit perkamen serabutnya sudah banyak yang putus dan kadar protein kulit perkamen lebih rendah dari kulit kering. Terputusnya serabut akan mempengaruhi kekuatan kulit yaitu persentase kerut maksimal (Nayudamma, 1978).


MATERI DAN MATODE

Materi
Uji kekuatan tarik dan kemuluran. Materi yang digunakan dalam praktikum diantaranya pesawat tensile stength meter, jangka sorong, tatah untuk membuat pola sampel, penggaris, beban, kulit samak lapis dari kulit kambing.
Uji suhu kerut dan uji kerut maksimal. Materi yang digunakan dalam praktikum diantaranya shrinkage meter, becker glass, aquades, kompor pemanas, termometer, kulit samak lapis dari kulit kambing.

Metode
Uji kekuatan tarik dan kemuluran. Sebelum diuji sampel kulit diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong pada tiga bagian. Sampel kemudian dijepit pada pesawat tensite strengh meter dan scopper, dengan jarak antera penjepit 5 cm. Skala yang menunjukkan beben maksimum dan angka pertambahan panjang diatur pada angka nol. Pesawat kemudian dijalankan sampai sampel kulit putus dengan menambah beban sedikit demi sedikit. Beban berat yang dibutuhkan sampai sampel kulit menjadi putus ditimbang dan angka pertambahan panjang sampel kulit pada skala dicatat.
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar

Uji suhu kerut dan uji kerut maksimal.Sampel kulit berukuran 1,2 cm x 7,5 cm dipasang pada alat yang disebut shrinkage meter, yaitu dengan menjepit pada kedua ujung sampel kulit tersebut. Seteleh suhu air pada tabung pengujian mencapai 500C, sampel kulit bersama penjepitnya digeser masuk ke dalam tabung sampai seluruh bagian sampel tercelup ke dalam air. Suhu air dalam tabung kemudian dinaikkan sampai 30C setiap menit sampai sample kulit menjadi memendek atau mengkerut. Skala pengerutan diamati dengan kaca pembesar (loupe). Apabila tanda pada benang yang mula-mula tepat pada skala sudah bergeser ke kiri mama suhu kerut sampel kulit telah tercapai. Untuk mengetahui kerut maksimal, sampel kulit pengujian suhu kerut dimasukkan ke dalam air panas yang telah mendidih dengan waktu 15 menit, kemudian panjang akhir dan sampel kulit diukur. Kerut maksimal dinyatakan sebagai pengerutan kulit yang disebabkan oleh pemanasan dengan air mendidih selama 15 menit yng dinyatakan dalam persentase.
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel III. 1. Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Jenis Kulit
No. kulit
Luas Penampang
(tebal x tinggi kuit)
Beban
Kekuatan Tarik
Persentase Kemuluiran
Kulit kambing
I
0.115 cm²
3,8556 kg
335,26 kg/cm²²
0,18 %
(samak lapis)
II
0.125 cm2
3,8556 kg
308,45 kg/cm2
0,17 %

III
0.122 cm2
3,6288 kg
297,44 kg/cm2
0,28 %
Rata-rata
-
-
-
313,72 kg/cm2
0,21 %

Tabel III. 2. Uji Suhu Kerut
Jenis Kulit
Panjang kulit
Suhu Kerut
Persentase pengerutan maksimal
Awal
Akhir
Kulit Kambing
(samak lapis)
9 cm²
5,1 cm²
89 °C
45,56 %

Pembahasan
Dalam pengujian sifat-sifat fisik kulit meliputi kekuatan tarik, presentase kemuluran, dan suhu kerut diperoleh hasil berturut-turut sehingga dipeoleh rata-rata kekuatan tarik 313,72 Kg/cm2, persentase kemuluran 0,21%, suhu kerut tercapai pada suhu 890C, dan persentase pengerutan maksimal 45,56%.
Kekuatan tarik dan persentase kemuluran. Dalam pengukuran kekuatan tarik dan persentase kemuluran digunakan alat penguji yaitu “Tensile strength meter”. Hasil yang diperoleh adalah dalam Kg/cm2 luas penampang sampel. Pengukuran kekutan tarik dengan diketahui beban untuk menarik tiap kulit berturut-turut adalah 3,8556 kg, 3,8556 kg, 3,8556 kg dengan rata-rata untuk menarik sampel sampai putus,dalam praktikum dibutuhkan beban 3,7422 kg.
Pada Praktikum uji kualitas kulit ini terlebih dahulu diukur tebal kulit pada tiga bagian dan hasil yang diperoleh yaitu bagian a: 0,115 cm; b: 0,125 cm dan c: 0,122 cm, sehingga rata-rata tebal kulit 0,120 cm. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik sampel sampai putus adalah berat beban dikali sepuluh yaitu berasal dari perbandingan 1:10. Angka 1 berasal dari perbandingan antara besi yang digunakan untuk menarik kulit sedangkan angka 10 adalah besi atau penampang bagian panjangnya yang digunakan untuk beban.
Perhitungan persentase kemuluran dihitung berdasarkan pertambahan panjang atau kemuluran kulit dalam cm hingga seperti yang ditunjukan pada skala penunjuk. Nilai persentase kemuluran diperoleh dengan membagi pertambahan panjang dengan panjang mula-mula dikali 100%. Menurut Anonimus (1985), bahwa kulit yang mempunyai kekuatan tarik tinggi selalu mempunyai persentase kemuluran rendah dan sebaliknya. Jadi kedua-duanya berbanding terbalik atau korelasi negatif. Dari hasil praktikum diperoleh kekuatan tarik kulit termasuk rendah dan persentase kemuluran kulit rendah.
Kekuatan tarik minimal adalah 600 kg/cm2 dan persentase kemuluran 35% (Anonimus, 1985). Hasil kekuatan tarik yang diperoleh dari praktikum adalah 313,72 kg/cm2, hal ini berada dibawah minimal yang diutarakan oleh Anomius, sedangkan persentase kemuluran adalah 0,21%. Penyimpangan ini dapat terjadi disebabkan perubahan komposisi kimia kulit selama penyimpanan. Pada penyimpanan dengan kelembaban tinggi, kadar zat-zat kimia menentukan kekuatan tarik yaitu protein fibrous menurun dan kadar air meningkat (Djojowidagdo. 1988).
Suhu kerut maksimal. Pengujian suhu perut dilakukun dengan menggunakan alat yang dinamakan “shrinkage meter“. Sampel kulit yang digunakan dipotong dengan ukuran 9 x 1,2 cm. Sampel bersama penjepit digeser masuk ke dalam air yang sudah mencapai suhu 500 c hingga tercelup seluruhnya. Suhu dinaikkan secara berkala hingga tercapai suhu kerut. Skala pada alat diamati bila tanda yang ditunjukkan oleh benang yang mula-mula berimpit dengan skala penunjuk telah bergeser ke kiri yang berarti suhu kerut sampel telah tercapai.
Hasil pengamatan terhadap suhu kerut diperoleh yaitu suhu kerut sampel tercapai pada suhu 890C, dengan persentase pengerutan maksimal 45,56%. Menurut Djojowidagdo (1988) suhu kerut minimal pada standar bahan baku adalah 800C, sehingga dapat dilihat bahwa suhu kerut kulit sampel diatas batas minimal standar suhu kerut. Suhu kerut yang berbeda disebabakan oleh pengaruh kondisi lingkungan termasuk didalamnya kadar air karena semakin rendah kadar air maka suhu keut akan meningkat.
Tinggi rendahnya suhu kerut dipengaruhi atau tergantung pada kadar protein kolagen. Selain itu kadar air yang tinggi akan menurunkan suhu kerut. Jadi adanya perbedaan suhu kerut dari hasil praktikum dengan standar bahan baku dikarenakan lama penyimpanan, kadar air dan kadar protein kolagen (Anonimous, 1983).


KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum uji kualitas kulit yang meliputi uji kekuatan tarik dan kemuluran, uji kerut dan uji kerut maksimal diperoleh kekuatan tarik rata-rata 313,71 kg/cm2 dengan persentase kemuluran 0,21%. Hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh lama penyimpanan, kadar air yang berubah selama penyimpanan serta kadar protein kolagen kulit. Kualitas kulit juga dipengaruhi oleh komposisi kimia kulit yang dipengaruhi faktor jenis, bangsa dan umur ternak.
Dari hasil praktikum suhu kerut dan kerut maksimal, diperoleh suhu kerut sebesar 890C dengan persentase pengerutan maksimal 45,56%. Suhu kerut dipengaruhi lama penyimpanan, kadar air, dan kadar protein kolagen.


Lampiran

Kekuatan tarik dan persentase kemuluran
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar

Persentase pengerutan
Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Sifat Fisik Kulit)
klik gambar untuk memperbesar


DAFTAR PUSTAKA
Anonimous . 1983. Data for Tanners Badische Anilin and sad fabrits AG (BASF) Ludawing Stater West Germany.
Anonimus, 1985. Standar Industri Indonesia. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.
De beukelar,F.L.1978. Preservation of Hides and Skins. In the chemistry and Technologi of leathe. O , Flaherty, W.T. Roddy and R.M. Lollar. Robert E. Krieger publ co. Huntington, New york.
Djojowidagdo, S. B. Wikantandi dan Suparno. 1988. Pengaruh beberapa cara pengawetan kulit mentah terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit samak jadi. Laporan penelitian Lembaga penelitian UGM, Yogyakarta.
Kanagy, J. H. 1977. Physical and Performance Properties of Leather. Capt 64 Vol IV. Pada: The Chemistry and Technology of Leather. F O’flaherty. W. Roddy and R. M. Lollar eds Robert E.Kregen Publishing Co, Houtington, New York
Nayudamma, J. 1978. Shrinkage Phenomena. Kregen Publishing Co, Houtington, New York
Soeparno, Indratiningsih, Suharjono Triatmojo, Rihastuti. 2001. Dasar teknologi Hasil Ternak. Jurusan Tekhnologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Comments

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Biokimia Dasar (Protein)