Biokimia Nutrisi (Tepung Kedelai)

Tinjauan Pustaka
Biokimia Nutrisi (Tepung Kedelai)
Klik gambar untuk memperbesar

Kacang kedelai mengandung protein antara 40%-50%. Sebagai bahan makanan ternak, kedelai bijian memang tidak digunakan dalam bahan mentah. Selain masih digunakan untuk pembuatan tempe dan tahu, kacang kedelai bijian mentah mengandung penghambat tripsin yang harus dihancurkan melalui pemanasan atau dengan metode lainnya (Rasyaf, 1990).
Tanaman yang menghasilkan biji kedelai yang dapat dipanaskan untuk membuat tepung kedelai ialah Cylicine max (L) merr atau dinamakan juga Phaseolus max (L), Soja max (L) piper, Soja hispida Moench, Tanaman ini merupakan keluarga Leguminose. Ada beberapa kedelai yang ditanam dan diperdagangkan yang dapat dibedakan dari warna, bentuk, dan ukuran biji. Tanaman kedelai dikenal sebagai tanaman yang dapat menambah N2 udara karena bersimbiosa dengan bakteri-bakteri yang hidup dalam akarnya. Biji yang dihasilkannya berkadar protein dan minyak yang tinggi, disbanding dengan biji-biji lainnya (Martoharsono, 1982).
Kedelai yang sudah ditumbuk tidak dapat disimpan dalam iklim panas. Dalam kacang kedelai terkandung tripsin inhibitor yang berfungsi mencegah aktivitas enzim tripsin. Hal yang perlu dihindari adalah biji kedelai tidak boleh dipanaskan terlalu lama karena akan merusak kandungan asam aminonya. Selain itu kacang kedelai juga mengandung urease yaitu enzim yang dapat melepaskan ammonia dari urea sehingga penberian kedelai mentah pada ternak tidak perlu ditambah dengan urea (Utomo et al., 2002).
Tepung ikan dan tepung bungkil kedelai mengandung protein yang cukup tinggi sehingga digunakan sebagai sumber utama protein pada pakan unggas tinggi, disamping pakan lainnya. Kandungan protein tepung bungkil kedelai mencapai 43%-48%. Selain itu juga mengandung zat anti nutrisi seperti tripsin inhibitor yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas, namun zat anti nutrisi tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai pakan unggas (Boniran, 1990).
Kacang kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin ini tidak tahan panas, sehingga bungkil kacang kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu, tidak menjadi masalah dalam penyusunan ransom untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan. Pemanasan yang terlampau lama dapat merusak kadar lisin (Wahju, 2004).


Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada prakltikum kali ini adalah tabung reaksi,kain muslim, gelas ukur, pipet tetes, mikroskop, gelas obyek, pengaduk, pemanas, kertas minyak, dan vortek.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tepung kedelai, eter, larutan yod, air, NaOH 40%, HgSO4, NaNO3, CuSO4, H2SO4, formaldehid encer, asam nitrat, NH3, reagen benedict, larutan ureum 8%, fenol merah, asam asetat, dan Na2CO3.

Metode

Lemak
Uji Noda Lemak. Tepung kedelai ditambah eter digojok, kemudian larutan tersebut diuji terhadap adanya lemak dengan menggosokkan kertas minyak. Diamati apa yang terjadi.

Protein
Uji Protein. Tepung kedelai ditambah dengan air kemudian dicampur sehingga membentuk adonan. Adonan ditempatkan diatas kain muslim. Lalu dilipat dan dipijat-pijat dalam tempat yang berisi air. Pekerjaan itu diulang-ulang dengan menggunakn air baru. Air cucian tersebut disimpan. Gumpalan yang tertinggal dalam kain diuji terhadap protein dengan reaksi warna.
Uji Biuret. Gumpalan ditambah dengan 2 ml NaOH 40% lalu ditambah dengan CuSO4 0,1 %. Diamati perubahan yang terjadi.
Uji Millon. Gumpalan ditambah dengan 1 ml HgSO4 lalu dipanaskam selama 10 menit. Setelah dingin ditambah 3 tetes NaNO3, dipanaskan lagi. Diamati perubahan yang terjadi.
Uji Hopskincole. Gumpalan ditambah dengan 1 ml larutan formaldehid encer lalu ditambah dengan 1 ml H2SO4 pekat, kemudian digoyang. Diamati apa yang terjadi.
Uji Xanthoprotein. Gumpalan ditambah dengan 1 ml larutan asam nitrat pekat, lalu dipanaskan. Kemudian dipanaskan ditambah dengan NH3. Diamati apa yang terjadi.

Karbohidrat
Uji Yod. Setetes air cucian ditempatkan di atas gelas obyek dan dilihat butiran dibawah mikroskop, kemudian digambar. Digunakan larutan yod untuk menguji pati dan dicatat warnanya. Kemudian dipanaskan lalu diuji benedict. Dicatat warnanya.

Enzim
Uji Urease. Disiapkan dua tabung reaksi. Satu diisi dengan 2 ml larutan urea 8% lainnya diisi dengan 2 ml aquadest. Masing-masing diberi 1 tetes fenol merah kemudian ditambahkan 2% Na2CO3 sampai warna merah muda, lalu ditambahkan 2% asam asetat sampai warna berubah menjadi kuning. Dipanaskan pada suhu 600C selanjutnya ditaburkan sedikit tepung kedelai. Diamati perubahannya.


Hasil dan Pembahasan

Lemak
Uji Noda Lemak. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya lemak dalam tepung kedelai. Pertama tepung kedelai ditambah dengan eter kemudian digojok. Setelah itu larutan diuji terhadap adanya lemak dengan menggosokkan kertas minyak. Fungsi dari penambahan eter adalah melarutkan lemak. Dari percobaan hasilnya terdapat noda lemak. Menurut Hartadi et al., (1997) dalam tepung kedelai mengandung BK 86%, Abu 8,0%, EE 4,9%, SK 5,3%, BETN 26,5%, dan PK 41,3%. Jadi uji ini positif bahwa tepung kedelai terdapat kandungan lemak.

Protein
Uji Protein. Prinsip kerjanya adalah tepung kedelai dan air dicampur sehingga menjadi adonan. Adonan tersebut ditempatkan di atas kain muslim. Kemudian dilipat dan dipijat-pijat dalam tempat yang berisi air. Pekerjaan tersebut diulang-ulang dengan menggunakan air baru. Air cucian tersebut disimpan. Gumpalan yang tertinggal didalam kain , diuji terhadap protein dengan reaksi warna.
Uji Biuret. Tujuan dari uji ini adalahuntuk mengetahui adanya ikatan peptide didalam tepung kedelai. Prinsip kerjanya adalah gumpalan ditambah 2 ml NaOH 40% kemudian ditambah dengan CuSO4 0,1%. Setelah diamati, larutan ini berwarna ungu. Warna ungu terbentuk karena ikatan Cu dari CuSO4 dan N protein. Menurut Soedarmo et al (1988), bahwa biuret akan memberikan warna ungu muda bila direaksikan dengan larutan basa kuat dan diteteskan larutan tembaga sulfat encer, karena pada biuret terdapat ikatan peptide pada protein. Cincin ungu semakin tua maka ikatan peptide didalamnya semakin panjang. Jadi uji biuret pada percobaan ini positif, bahwa didalam tepung kedelai terdapat ikatan peptida.
Uji Millon. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui adanya asam amino tirosin. Gumpalan ditambah dengan 1 ml larutan HgSO4 lalu dipanaskan selama 10 menit. Setelah dingin ditambah dengan 3 tetes NaNO3, kemudian dipanaskan lagi. Fungsi dari penambahan NaNO3 adalah untuk mensuasanakan basa. Dalam suasana basa dan pemanasan akan menghidrolisis asam amino yang terdapat dalam gumpalan tepung kedelai. Hasil yang didapat adalah endapan merah bata. Hg dari HgSO4 akan berikatan dengan gugus fenol dengan asam amino tirosin membentuk warna merah. Menurut Poedjiadi (1994),pereaksi millon adalah larutan merkuri dan merkuri nitarat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah bata oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif pada fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Jadi percobaan ini positif bahwa didalam tepung kedelai terdapat asam amino tirosin.
Uji Hopskin Cole. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui adanya asam amino triptofan. Prinsip kerjanya, gumpalan ditambah formaldehid encer, kemudian ditambah 1 ml H2SO4 pekat lalu digoyang. Hasil yang didapat agak kecoklatan. Cincin ungu terbentuk dari ikatan antara gugus indol dari asam amino triptofan dengan aldehid dari formaldehid. Menurut Poedjiadi(1994), triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopskin-Cole yang mengandung asam glikosilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopskin-Cole, asam sulfat dituangkan dengan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas kedua lapisan tersebut. Jadi, pada percobaan ini memberi hasil negatif karena tidak ada cincin ungu sehingga tepung kedelai tidak terdapat asam amino triptofan.
Uji Xanthoprotein. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya asam amino aromatik. Gumpalan ditambah dengan 1ml asam nitrat pekat, dipanaskan. Setelah didinginkan, kemudian ditambah NH3, hasilnya berwarna kuning. Dengan penambahan asam nitrat pekat dan dipanaskan akan menghidrolisis asam amino yang terdapat pada gumpalan tepung kedelai, akan berikatan dengan NH3 membentuk warana kuning. Menurut Poedjiadi(1994), larutan asam nitrat pekat itambahkan dengan hati-hati dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Jadi percobaan ini positif mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.

Karbohidrat
Uji yod, prinsip kerjanya, ditempatkan setetes air cucian di atas gelas obyek dan dilihat butiran di bawah mikroskop dan digambar. Setelah itu larutan Yod yang digunakan untuk menguji pati dan dicatat warnanya. Warna yang didapat adalah merah bata. Menurut Poedjiadi(1994), bahwa molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terjadi suatu larutan koloid yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan membentuk warna ungu atau merah lembayung. Jadi, uji ini positif.
Uji Benedict. Uji benedict ini bertujuan untuk mengetahui gugus reduksi . Prinsip kerjanya, larutan hasil cucian dipanaskan dan dicatat perubahan warnanya. Hasilnya terbentuk endapan merah bata. Hal ini membutuhkan bahawa hidrolisis sampai tahap glukosa, karena reagen benedict akan bereaksi glukosa membentuk endapan merah bata. Menurut Poedjiadi (1994), glukosa dapat mereduksi ion CU++ dari kupri sulfat menjadi ion CU++ yang kemudian mengendap sebagai CU2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat reaksi benedict bersifat basa lemah, endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata.

Enzim
Urease. Prinsip cara kerjanya disiapkan 2 tabung reaksi 1 diisi dengan urea 8% , dan lainnya dengan 2 ml aquadest. Masing-masing diberi 1 tetes fenol merah kemudian ditambahkan 2 % Na2CO3 sampai warna merah muda lalu ditambahkan asam asetat 2% sampai warna berubah menjadi kuning. Dipanaskan pada suhu 60° C selanjutnya ditaburkan sedikit tepung kedelai. Hasilnya pada tabung yang ada ureumnya, tepung kedelai larut pada ureum warna kuning lebih pekat. Pada percobaan ini terdapat substrat yaitu ureum sehingga dapat bekerja optimum. Sedangkan aquades + tepung kedelai, tepung mengendap, warna lebih muda. Hal ini disebabkan tidak ada substrat yang bekerja,
Biokimia Nutrisi (Tepung Kedelai)
Klik gambar untuk memperbesar
Pemanasan 60° merupakan suhu optimum kerja enzim. Menurut Soejono et.al (2002) kacang kedelai mengandung urease yaitu enzim yang dapat melepaskan ammonia dari urea. Jadi uji ini positif bahwa kacang kedelai mengandung urease


Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa di dalam tepung kedelai mengandung karbohidrat, lemak, protein yang didalamnya terdapat ikatan peptide,asam amino tirosin, asam amino triptofan, dan asam amino aromatik, dan terdapat enzim urease. Hal ini ditunjukkan dengan adanya noda lemak, larutan bewarna ungu pada uji biuret, larutan berwarna merah bata pada uji millon, larutan berwarnakuning pada uji xanthoprotein, larutan terdapat cincin ungu pada uji hopskin-cole, terdapat butiran-butiran pati pada uji karbohidrat, dan warna kuning lebih pekat pada uji urease.
Fungsi dari penambahan larutan eter adalah untuk melarutkan lemak, NaNO3 untuk mensuasanakan basa, tepung kedelai sebagai enzim, dan ureum sebagai substrat.


DAFTAR PUSTAKA
Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Managemen Worskop American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Hal 2-7
Martoharsono, S. 1982. Petunjuk Praktika Biokimia. Team Pembina Praktika Biokimia Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta
Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Soedarmo, M.aisyah, G. Abdul M, H. Mansyur, K.Eman, B. Maria, Sulistyani. 1988. Biokimia. Pusat Antar Universitas IPB
Utomo, Ristanto, M. Soejono. 2002. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Wahju, J. 2004. Ilmu Makanan Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Comments

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Biokimia Dasar (Protein)