Ilmu dan Teknologi Daging (Pengujian Kualitas Daging)

Tinjauan Pustaka
Ilmu dan Teknologi Daging (Pengujian Kualitas Daging)
Klik gambar untuk memperbesar

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1998).

Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengeringan Terhadap Kualitas Daging Sapi
Perlakuan pemasakan terhadap daging akan mengakibatkan kenaikan pH daging karena penambahan akan mengurangi gugus asidik sehingga titik isoelektrik daging akan berubah dan berada pada pH yang lebih tinggi (Soeparno, 1998).
Penurunan pH daging tidak dapat diukur segera setelah pemotongan. Penurunan pH awal biasanya dapat diketahui dalam waktu 45 menit setelah 24 jam untuk mengetahui pH akhir daging. Penurunan pH daging ini berhubungan erat dengan temperatur lingkungan dan DIA daging. Temperatur lingkungan tinggi akan meningkatkan laju penurunan pH, sedangkan temperatur rendah akan menghambat laju penurunan pH (Soeparno, 1992).
Nilai pH berperan dalam menentukan kualitas daging, pH rendah akan mengakibatkan warna merah muda yang cerah pada daging yang disukai konsumen, palatabilitas yang baik dan tahan terhadap kerusakan akibat mikroorganisme, sedangkan pH tinggi menyebabkan sebaliknya, daging berwarna gelap dan permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena cairan daging terikat sehingga erat oleh protein (Buckle et. al., 1987).
Pemasakan dapat menurunkan atau meningkatkan keempukan daging yang tergantung dari lama dan temperatur pemasakan yang digunakan. Lama pemasakan mempengaruhi perlunakan kolagen. Temperatur pemasakan mempengaruhi pada kealotan miofibril daging (Judge et. al., 1989).
Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak. Berdasarkan kemudahan untuk dikunyah tanpa kehilangan sifat dan jaringan yang layak. Penilaian keempukan daging dapat dilakukan secara obyektif dan subyektif. Penilaian secara obyektif meliputi metode pengujian secara fisik dan kimia, sedangkan secara subyektif menggunakan metode panel test (Lawrie, 1995).
Pemasakan dapat berpengaruh dalam denaturasi dan koagulasi protein daging, pada saat yang sama juga mengubah kelarutan dan mempengaruhi perubahan warna, menurunkan kadar air daging, dapat memodifikasi tekstur atau keempukan daging masak (Naruki et. al., 1992).
Faktor-faktor pemasakan seperti metode, waktu, suhu dan pemanasan akan banyak memepengaruhi kehilangan lelehan dari daging yang dimasak, suhu yang tinggi akan menyebabkan denaturasi protein dan banyak menurunkan kapasitas memegang air. Kapasitas memegang air akan menurun dengan peningkatan suhu antara 800C–1000C (Lawrie, 1995).
Pemasakan menyebabkan perubahan DIA karena adanya solubilitas protein daging. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan DIA. DIA akan mengalami perubahan besar dengan pemanasan pada temperatur 600C karena pada temperatur tersebut protein sarkoplasmik hampir mengalami denaturasi sempurna (Soeparno, 1994).
Pemanasan padabtemperatur tinggi dalam waktu yang singkat akan mengurangi kerusakan organoleptik dan kualitas nutrisi daging dibandingkan dengan pemanasan pada temperatur yang lebih rendah dalam waktu yang lebih lama (Soeparno, 1998).

Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pembekuan Terhadap Densitas Daging Ayam
Pembekuan adalah suatu cara dari pendinginan yaitu dengan membentuk daging di bawah titik beku daging pada temperatur -20C sampai -30C (Desrosier, 1988). Proses pembekuan daging dapat menghambat pertumbuhan mikrobia, proses proteolitik, hidrolisis, lipolitik dan sedikit oksidasi (Trenggono et. al., 1990).
Penggunaan temperatur pembekuan perlu dipertimbangkan yaitu pada saat proses enzimatik, oksidatif, proteolitik dan terhambatnya aktivitas mikrobia sehingga kualitas daging dapat dipertahankan dan akan menjamin kualitas daging beku yang dihasilkan. Perubahan kualitas daging beku sangat minimal pada temperatur -180C. Untuk menghasilkan daging beku dengan kualitas baik harus dipenuhi syarat-syaratnya, antara lain daging harus berasal dari ternak sehat, pengeluaran darah pada saat pemotongan harus sempurna, temperatur karkas harus segera diturunkan pada temperatur dingin, waktu pelayuan harus segera dibatasi, daging beku harus dibungkus pengemas yang berkualitas baik dan temperatur pembekuan minimal -180C atau bisa lebih rendah (Soeparno, 1992).
Pembekuan daging yang dilakukan saat preregormortis akan menyebabkan pemendekan otot dan menghasilkan drip yang banyak sekitar 30–40% dari berat otot daging karena aktivitas ATP-ase masih berlanjut pada saat thawing (Lawrie, 1995). Walaupun pembekuan secara umum merupakan salah satu cara terbaik untuk pengawetan bahan pangan, tetapi pada pembekuan proses oksidasi atau ransiditas tetap terjadi selama penyimpanan dalam freezer (Gray et. al., 1985). Sebaliknya untuk penyimpanan digunakan suhu -180C atau di bawahnya sehingga ketengikan berkurang dan proses oksidasi lebih terhambat (Desrosier, 1988).
Di dalam pembekuan bahan pangan terjadi perubahan-perubahan secara kimia dan fisik, perubahan karena adanya reaksi ransiditas lemak tidak jenuh pada bahan pangan beku yang mengakibatkan flavor tengik. Perubahan fisik terjadi karena timbulnya kekakuan daging selama pembekuan dan juga keluarnya cairan drip dari daging setelah di thawing, dalam hal ini akan menyebabkan daging nampak kering dan keras bila dimakan (Desrosier, 1988).
Pembusukan daging karena mikrooorganisme dapat dikurangi dengan cara karkas cepat didinginkan. Pendinginan secepatnya dapat menyebabkan kehilangan cairan yang lebih sedikit (Swatland, 1984). Prinsip pendinginan daging adalah penyimpanan daging pada suhu rendah yaitu sekitar -10C sampai -40C. Suhu beku dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, memperlambat laju reaksi kimia dan laju reaksi enzim. Aktivitas enzim dalam daging dapat dikatakan berhenti pada penyimpanan beku. Selanjutnya dinyatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat mempertahankan nilai gizi daging segar (Trenggono et. al., 1990). Keuntungan penyimpanan di bawah titik beku untuk memperpanjang daya simpan daging, yang dapat memperkecil adanya perubahan kimia dan perubahan yang diakibatkan oleh mikroorganisme (Lawrie, 1995).
Pendinginan membantu menghilangkan panas asal tubuh dan panas metabolisme lanjutan. Temperatur karkas mula-mula sebesar 300C-390C dengan pendinginan temperatur diturunkan menjadi 50C atau kurang pada bagian yang paling tebal pada karkas. Temperatur internal pada waktu pendinginan tergantung pada temperatur pendingin, banyaknya karkas dan sela antar karkas. Daging sapi mengalami pendinginan selama 12–24 jam, dipindahkan ke pendingin yang memiliki suhu 0–30C sampai saat dilakukan pemotongan karkas primal, subprimal dan deboning. Penurunan pH yang terlalu cepat dapat dicegah dengan pendinginan sehingga rigormortis tidak berlangsung cepat. Selanjutnya dinyatakan bahwa pembekuan merupakan salah satu preservasi daging yang mengakibatkan sedikit perubahan sifat kuantitatif dan organoleptik dibanding metode preservatif yang lain. Dinyatakan lama simpan daging beku adalah 4 bulan pada temperatur -120C, 6 bulan pada temperatur -240C dan -300C . Pembekuan akan menyebabkan sedikit kenaikan pH (Judge et. al., 1989).


Materi dan Metode

Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengeringan Terhadap Kualitas Daging
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktium ini antara lain oven, neraca analitik, pisau, jangka sorong dan desikator.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah daging sapi.

Metode
Bahan-bahan disiapkan yaitu daging sapi yang dipotong untuk mendapatkan ukuran tertentu (misalnya berat=M1). Potongan daging ditimbang untuk mengetahui berat awalnya.potongan daging dimasukkan ke dalam oven yang sudah disiapkan pada suhu tertentu (berat=M2). Setelah waktu pemanasan 30 menit, potongan daging dikeluarkan dari oven, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan timbang beratnya. Potongan daging dimasukkan kembali ke dalam oven dan 30 menit kemudian ditimbang lagi. Demikian dilakukan seterusnya sampai 6 kali penimbangan. Setelah dilakukan penimbangan sebanyak 6 kali, dilakukan perhitungan terhadap kecepatan pengeringan dan uap air bebas dengan persamaan:
Kecepatan Pengeringan    = (M1– M2) / (Luas Permukaan x Waktu)
Uap Air Bebas                     = (M1 – M2) / Berat Kering
Kemudian dibuat grafik hubungan antara uap air bebas (sebagai absis) dan kecepatan pengeringan (sebagai ordinat). Potongan daging kemudian diuji kualitasnya meliputi kenampakan (perubahan warna, dibandingkan dengan keadaan awalnya), kekerasan (diuji secara kualitatif dengan menekan dengan jari, dibandingkan dengan kondisi awal), susut masak (ukuran daging yang sudah mengalami pengeringan), serta kadar air. Kadar air meliputi potongan daging yang ke oven pada suhu 800C selama 24 jam, potongan daging didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang lalu kadar air ditentukan dengan persamaan.

Pengaruh Suhu Pembekuan (Freezing) Pada Densitas Daging Ayam
Materi
Alat. Alat yang digunakkan dalam praktikum ini antara lain freezer, pisau, jangka sorong, dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah daging ayam tanpa tulang.

Metode
Daging ayam dipotong untuk mendapatkan bentuk persegi panjang dengan ukuran tertentu (misalnya volume=V1 cm3). Potongan daging ditimbang untuk mengetahui berat awalnya (misalnya berat=M1 gram) lalu tentukan densitasnya. Potongan daging lalu dimasukkan ke dalam freezer pada suhu tertentu (suhu awal freezer). Potongan daging kemudian ditimbang (misalnya = M2) dan ditentukan volumenya (volum fre enya = V2). Tentukan densitasnya. Masukkan lagi ke dalam freezer, kemudian turunkan suhu freezer sebanyak 50C. Di akukan penimbangan dan pengukuran volume serta perhitungan densitas daging seperti sebelumnya. Masukkan lagi daging ke freezer, kemudian turunkan lagi suhu freezer sebanyak 50C. Perlakuan tersebut diulangi sampai 5 kali penurunan suhu freezer. Lalu dibuat grafik hubungan antara suhu pembekuan (absis sebagai sumbu X) dengan densitas daging (ordinat sebagai sumbu Y). Lakukan pengamatan fisik (kenampakan dan kekerasan) pada daging disetiap suhu freezing.


Pembahasan

Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengeringan Terhadap Kualitas Daging
Pada praktikum uji kualitas daging, digunakan dua sampel daging yaitu daging sapi tipis I dan tebal II. Kedua sampel dipanaskan pada oven dengan suhu yang berbeda. Daging tipis I dipanaskan pada suhu 60 0C dan daging tebal pada suhu 100 0C. Masing-masing daging diukur berat, panjang, lebar, dan tingginya setiap 30 menit pemanasan dan diamati perubahanya. Dilakukan sampai enam kali pengukuran.
Table 1. Data Kecepatan Pengeringan dan Uap Air Bebas
Daging Tipis
Daging Tebal
Uap Air Bebas
Kecepatan Pengeringan
Uap Air Bebas
Kecepatan Pengeringan
2
0.00046
12.6
0.0014
0.4
0.00008
20.6
0.0025
0.6
0.00012
11.8
0.0015
0.8
0.00017
9.8
0.0014
0.4
0.0001
8
0.001
0.4
0.0001
6.8
0.0009

Setelah diamati dan dilakukan pengukuran diketahui bahwa semakin lama pemanasan yang dilakukan semakin berkurang berat daging sampel, baik sampel I dan II. Hal ini dikarenakan hilangnya kandungan air dalam daging akibat pemanasan sehingga berat daging berkurang. Menurut Soeparno (2005), variabel yang penting pada pemasakan adalah temperatur dan lama waktu pemanasan. Pada umumnya, makin tinggi temperatur pemasakan dan atau makin lama waktu pemanasan, makin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan.
Kemudian setelah diamati berat, panjang, lebar dan tingginya maka ditentukan kecepatan pengeringan dan uap air bebas pada sampel daging dengan rumus:
Kecepatan pengeringan    = M1 - M2 / Luas permukaan daging x Waktu
Uap air bebas                       =  M1 - M2 / Berat kering
Perhitungan dilakukkan pada tiap 30 menit setelah pemanasan. Kemudian dibuat grafik antara uap air bebas sebagai absis dan kecepatan pengeringan sebagai ordinat.
Setelah pengeringan, dilakukkan uji kualitas yaitu pada kenampakan, kekerasan, susut masak dan kadar air daging. Setelah pengeringan, sampel menjadi lebih empuk dibandingkan kondisi awalnya. Susut masak yaitu dengan mengamati ukuran daging setelah pengeringan. Setelah diamati, ukuran daging setelah pengeringan menjadi lebih kecil dibandingkan keadaan sebelum pengeringan. Potongan daging setelah dimasukkan ke dalam oven 800C selama 24 jam, kemudian diletakkan dalam desikator dan ditimbang. Maka diperoleh berat kering daging 0,5 gram. Berat kering tersebut digunakan untuk menentukan uap air bebas. Kemudian ditentukan kadar air daging dengan persamaan.

Pengaruh Suhu Pembekuan (Freezing) Pada Densitas Daging Ayam
Daging ayam dipotong untuk mendapatkan bentuk persegi panjang dengan ukuran tertentu. Potongan daging ditimbang untuk mengetahui volume rata-rata dan berat awalnya yaitu 11,612 dan 31,9 g untuk daging ayam I sedangkan daging ayam II adalah 32,30 dan 43,8, lalu ditentukan densitasnya dengan perhitungan. Potongan daging lalu dimasukkan ke dalam freezer pada suhu tertentu (suhu awal feezer). Setelah 30 menit, potongan daging kemudian ditimbang dan diketahui volume rata-rata dan beratnya yaitu sebesar 19,95 cm3 dan 31,45 g, untuk daging ayam II yaitu 23,96 cm3 dan 43,18 g, lalu ditentukan densitasnya dengan perhitungan. Daging dimasukkan lagi ke freezer, kemudian diturunkan lagi suhu freezer sebanyak 50C. Perlakuan tersebut di atas diulangi sampai 5 kali penurunan suhu freezer.
Table 2. data Antara Suhu Pembekuan dan Densitas Daging Ayam
Suhu Freezer oC

 Densitas

Daging I
                      Daging II
-22
1,57
                   1,8
-27
1,50
                     2,75
-27
1,45
                     2,84
-26
2,08
                     1,68
-31
1,11
                     3,48
-31
1,18
                     1,17

Setelah dilakukan pengujian kualitas daging untuk pengamatan proses pendinginan, dapat diketahui bahwa densitas sampel daging I sebesar 1,57; 1,5; 1,45; 2,08; 1,11 dan 1,18 (g/cm3). Sedangkan untuk densitas sampel daging II densitasnya sebesar 1,8; 2,75; 2,84; 1,68; 3,48 dan 1,17 (g/cm3). Pembekuan dilakukan dengan menurunkan suhu setiap 30 menit pembekuan dan dengan skala yang diturunkan dari skala 6 sampai skala 1. Lalu dibuat grafik hubungan antara suhu pembekuan (absis sebagai sumbu X) dengan densitas daging (ordinat sebagai sumbu Y). Dilakukan pengamatan fisik (kenampakan dan kekerasan) pada daging di setiap suhu freezing.
Tabel pengamatan proses pendinginan menunjukkan bahwa pendinginan berpengaruh pada panjang, lebar, ketebalan, volume dan berat daging sampel. Pada sampel daging I volume untuk ukuran 1 sampai 7 adalah 11,1618; 19,95; 20,94; 26,60; 14,9; 27,9 dan 26,18. sedangkan untuk sampel daging II 32,3; 23,96; 15,46; 15,09; 25,4; 12,3 dan 36,73. volume sampel daging I dan II bervariasi. Berat sampel I pada tiap suhu selalu mengalami penurunan, dari berat awal 31.9 sampai pendinginan yang terakhir 30,90. Sedangkan untuk sampel II dari berat awal 43,8 menjadi 42,80. Penurunan berat daging sampel setelah dilakukan pendinginan disebabkan karena terjadinya perubahan fisik dan kimia pada daging sampel (Desrosier, 1988).
Volume rata-rata dan berat daging I bervariasi. Semakin rendah suhu pendingin, daging sampel yang didinginkan akan semakin menyusut selain itu susut masak akan meningkatkan perpanjangan serabut otot (Soeparno, 1992).
Berdasarkan percobaan, daging sampel dibekukan dengan menggunakan metode pembekuan plat. Metode ini menggunakan plat sebagia alat transfer panas. Daging dapat berkontak langsung dengan plat pembeku. Suhu sekitar -20 0C sampai -30 0C, dengan kecepatan pembekuan tergantung dengan metode udara diam.
Waktu pembekuan, di dalam daging terjadi perubahan protein otot daging dan kehilangan nutrient dagiing. Laju pembekuan dan ukuran pertikel Kristal es yang terbentuk menentukan jumlah drip yang diperoleh. Kristal es yang besar akan menyebabkan distorsi dan merusak serabut otot dan sarkolema. Kekuatan ionic cairan ekstraseluler yang tinggi juga menyebabkan hilangnya daya ikat daging (Soeparno, 2005).
Disebutkan di atas bahwa pembekuan daging juga dapat menyebabkan kerusakan kimiawi atau fisik daging, hal inilah yang menyebabkan ukuran dan berat daging semakin berkurang selama proses pembekuan. Beberapa factor kerusakan fisik atai kimiawi daging beku adalah sifat dan laktasi es yang terbentuk dalam jaringan otot, kerusakan mekanik struktur seluler kerena perubahan volume dan kerusakan kimiawi yang disebabkan oleh partikel terlarut, termasuk gram dan gula. Adanya partikel terlarut ini menyebabkan penurunan titik beku (freezing pont -20C sanpai -30C) (Soeparno, 2005).


Kesimpulan

Setelah dilakukkan uji pengaruh suhu dan kecepatan pengeringan terhadap kualitas daging terhadap daging sapi dapat disimpulkan bahwa perlakuan pengeringan dengan waktu yang lama akan dapat nemurunkan uap air bebas dan kecepatan pengeringan. Luas permukaan daging sample yang digunakan juga berpengaruh pada uap air bebas dan kecepatan pengeringan.
Pengujian pengaruh suhu pembekuan (freezing) pada densitas daging ayam menunjukan bahwa lama penympanan dan suhu beku mempengaruhi berat, ukuran dan densitas daging sampel. Semakin lama waktu beku dan semakin kecil suhu beku yang digunakan, maka akan menurunkan berat, ukuran dan densitas daging sampel yang dibekukan.


Daftar Pustaka
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah Muchji Muljohardjo. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Gray, M. D., E. D. Aberle., J. C. Forrest., H. B. Hedrick, and R. A merkel. 1989. Principle of Meat Science. 2nd ed. Kendall/ Hunt Publishing Co. Dubuque. Lowa.
Judge, M. D., E. D. aberle., J. C. Forrest., H. B. Hedrick, and R. A merkel. 1989. Principle of Meat Science. 2nd ed. Kendall/ Hunt Publishing Co. Dubuque. Lowa.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Naruki, S. dan S. Kanoni. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil Hewan I. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gdajah Mada. Yogyakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno.199.4 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno.1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno.2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
Trenggono., Zuheid Noor, D. Wibowo, M. Gardjito, dan M. Astuti. 1990. Kimia dan Nutrisi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Comments

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Biokimia Dasar (Protein)