Fisiologi Ternak (Thermoregulasi)

Tinjauan Pustaka
Fisiologi Ternak (Thermoregulasi)
Klik gambar untuk memperbesar

Pengaturan suhu tubuh merupakan hasil istimewa yang dimiliki oleh hewan. Sebagian besar hewan bersifat ektotermik. Ektotermik adalah mendapatkan panas dari lingkungan luar dan temperature tubuh mereka cenderung menyesuaikan dengan temperature diluar. Burung dan mamalia termasuk endotermik. Endotermik adalah mendapatkan panas dari proses metabolisme netral. Kedua hewan tersebuut juga termasuk homeotermik sehingga dapat memelihara suhu tubuh secara konstan (Johson, et. al. 1984).
Pengaturan suhu tubuh dilakukan oleh sistem pengaturan suhu tubuh yang pada dasarnya tersusun dari 3 komponen, yaitu thermoreseptor dan syaraf aferen, hipotalamus, syaraf aferen dan efektor thermoregulator. Sistem mempunyai fungsi utama untuk menjaga supaya suhu selalu berada dalam zona thermoneutral dan hipotalamus sebagai pusat kontrolnya (Frandson, 1992).
Keseimbangan suhu tubuh dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor yang mempengaruhi produksi panas dan faktor yang mempengaruhi pengeluaran panas. Panas tersebut dapat berasal dari aktivitas metabolik dengan jalan pemecahan karbohidrat, lemak, dan protei. Aktivitas otot juga merupakan salah satu usaha didalam penambahan produksi panas, dimana lebih dari 80% panas tubuh diproduksi didalam otot skelet selama terjadi aktivitas otot, tetapi gambaran tersebut jauh lebih rendah apabila sedang istirahat (Sturkie, 1992).
Produksi panas otot tergantung dari aktifitas ternak, seperti: berjalan, merumput dan yang lainnya. Naiknya metabolisme untuk proses produksi seperti produksi susu, pertumbuhan dan reproduksi juga menghasilkan panas (Williamson, 1993).
Penguapan air dari kulit merupakan metode penting yang digunakan tubuh untuk mengendalikan temperaturnya. Ketika temperature darah naik diatas normal, kelenjar hypothalamus mendeteksi temperature dan mengirimkan sinyal kekelenjar keringat untuk menaikkan produksi kelenjar keringat. Energi yang dibutuhkan untuk penguapan air berasal dari tubuh. Hal ini yang menyebabakan tubuh menjadi dingin (Giancoli, 2001).
Berdasarkan pengaruh dan lingkungan, hewan dibedakan menjadi dua golongan yaitu poikilotherm dan homoitherm. Hewan poikilotherm suhunya dipengaruhi oleh suhu lingkungan, Suhu organ tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu organ luar hewan yang dipengaruhi oleh suhu sekitarnya. Perbedaan suhu pada bagian-bagian ini diakibatkan oleh adanya panas yang diproduksi, panas yang diperoleh dan panas yang dilepaskan bagian tersebut. Hewan seperti ini disebut juga hewan berdarah dingin (Duke, 1995).
Hewan poikilotherm misalnya saja katak. Pada katak pengaturan suhu tubuh dari pelepaqan mocus. Pelepasan mocus adalah suatu fungsi pemeliharaan kelembaban integument selama berada ditempat panas, dengan cara demikian temperature tubuh dapat stabil (Dullman, 1986).
Hewan homoitherm suhunya relatif stabil, hal ini diakibatkan oleh adanya reseptor didalam otaknya, sehingga dapat mengatur suhu tubuhnya. Hal ini mengakibatkan hewan homoitherm memiliki variasi temperature normal. Yang dipengaruhi antara lain oleh faktor umur, faktor kelamin, lingkungan, panjang waktu siang dan malam, makanan yang dikonsumsi, aktivitas pencernaan dan jumlah pencernaan air (Swenson, 1993).
Pengeluaran panas dari dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh temperatur sekelilingnya. Kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi suhu tubuh sehingga menyebabkan terjadinya variasi suhu tubuh, antara lain:umur, jenis kelamin, aktivitas, iklim, waktu tidur, makan, dan minum (Frandson, 1992).


Materi dan Metode

Materi
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah thermometer, penjepit katak, arloji (stopwatch), katak, kapas, kendi, air panas, air es, beaker glass dan probandus (manusia).

Metode
Pengukuran Suhu Tubuh
Pengukuran pada mulut. Pertama-tama skala thermometer diturunkan sampai 00 C, lalu ujung thermometer dibersihkan. Kemudian dimasukkan kedalam mulut diletakkan dibawah lidah dan mulut ditutup rapat. Setelah sepuluh menit skala dibaca dan dicatat. Dengan cara yang sama dilakukan pada mulut terbuka. Kemudian probandus berkumur dengan air es selama satu menit dan dengan cara yang sama dilakukan pengukuran seperti diatas.
Pengukuran pada axillaries. Pertama-tama skala thermometer diturunkan sampai 00C, Ujung thermometer disisipkan pada fase axillaries dengan pangkal lengan dihimpitkan, setelah sepuluh menit skala dibaca dan dicatat.

Proses Pelepasan Panas
Pelepasan panas pada katak. Pertama katak direntangkan pada papan dan diikat. Suhu tubuh katak diukur melalui oesofagus selama lima menit. Kemudian katak dimasukkan kedalam air es selama lima menit dan diukur suhu tubuhnya melalui oesofagus. Selanjutnya katak dimasukkan kedalam air panas 400C selama lima menit dan diukur suhu tubuhnya.
Pelepasan panas pada kendi. Disiapkan dua kendi yang satu dicat dan yang satu tidak. Masing-masing kendi diisi dengan air panas 700C dengan jumlah yang sama lalu diukur suhunya dengan thermometer tiap lima menit dicatat suhunya. Dilakukan sebanyak enam kali.


Hasil dan Pembahasan

Dalam percobaan kali ini digunakan dua probandus yaitu yang perempuan bernama Ratih Subekti yang berumur 18 tahun dan untuk yang laki-laki bernama Arif Awalludin yang berumur 18 tahun.
Pengukuran Suhu Tubuh
Pengukuran pada mulut dan axillaris. Dalam percobaan ini ternyata didapat hasil yang ditunjukkan dengan tabel 1.1,
Tabel 1.1. Hasil Pengukuran Temperatur ­­(oC) pada Mulut dan Axillaris
Perlakuan                             Probandus I                                      Probandus II
 

Mulut tertutup                             37,5 oC                                         36,8 oC          
Mulut terbuka                             37,3 oC                                         37,3 oC
Berkumur air es                                           
Mulut tertutup                  36,3 oC                                         36,7 oC
Mulut terbuka                  36,6 oC                                         35,1 oC
Axillaris                                            36,8 oC                                             35,6 oC

Dari data ini ternyata dapat dapat diketahui bahwa suhu tubuh probandus baik laki-laki ataupun perempuan tidak mengalami perubahan yang cukup drastis. Dari dua data probandus yang diambil ternyata mendapat hasil yang berbeda. Pada probandus I suhu didalam mulut yang tertutup adalah 37,5oC dan untuk mulut terbuka adalah 37,3oC, sedangkan untuk probandus II suhu dalam mulut tertutup adalah 36,8 oC , dan untuk mulut terbuka adalah 37,3 oC. Hal ini ternyata dua hal yang kontras yang satu naik yang satu turun suhunya, padahal menurut Duke (1995), pada saat mulut terbuka, udara didalam tubuh suhunya menjadi tinggi karena metabolisme dalam tubuh akan bercampur dengan udara yang bersuhu rendah, sehingga akan mencapai keseimbangan dalam dan luar mulut, mengakibatkan suhu udara dalam mulut menjadi turun (Duke,1995). Hal ini dikarenakan pada saat mulut terbuka, udara didalam tubuh suhunya menjadi tinggi karena metabolisme dalam tubuh akan bercampur dengan udara yang bersuhu rendah, sehingga akan mencapai keseimbangan dalam dan luar mulut, mengakibatkan suhu udara dalam mulut menjadi turun (Duke,1995). Tapi ternyata terjadi penyimpangan untuk probandus I, menurut Frandson (1992), kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi suhu tubuh sehingga menyebabkan terjadinya variasi suhu tubuh, antara lain:umur, jenis kelamin, aktivitas, iklim, waktu tidur, makan, dan minum. Jadi kemungkinan perbedaan suhu itu disebabkan oleh hal-hal tersebut. Setelah probandus berkumur dengan air es, ternyata untuk probandus I suhu untuk mulut tertutup lebih rendah daripada mulut terbuka sedangkan untuk probandus II suhu mulut terbuka lebih tinggi daripada mulut tertutup. Padahal seharusnya suhu mulut terbuka lebih tinggi daripada mulut tertutup. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesehatan probandus I yang turun. Suhu tubuh kedua probandus pada saat tidak berkumur air es dan berkumur dengan air es menunjukan tidak ada perbedaan yang mencolok, hal ini membuktikan bahwa manusia termasuk homoitherm atau berdarah panas yang sistem pengaturan suhu tubuhnya berkembang sehingga mampu memelihara dirinya dibawah kondisi yang diproduksi oleh tubuh atau panas yang didapat dari lingkungan dengan panas yang hilang kelingkungan. Oleh karena itu suhu tubuh manusia relative konstan (Williamson, 1993).

Proses Pelepasan Panas
Pelepasan panas pada katak. Dalam percobaan ini ternyata didapat data dalam tabel 1.2,
Tabel 1.2. Hasil Pengukuran Temperatur ­­(oC) Tubuh Katak
Perlakuan                             Suhu Lingkungan (oC)       Suhu Katak (oC)
 

Keadaan biasa                      28 oC                                     29,2 oC         
Dalam air es                          17 oC                                     25 oC
Dalam air panas                    40 oC                                     37 oC
 
Hasil pengamatan pada katak menunjukan perbedaan suhu tubuh yang sangat mencolok. Ketika katak dimasukkan kepada air biasa suhunya adalah (29,2 0C), kemudian pada air es (25 0C) dan suhu tubuh katak pada saat katak dimasukkan kedalam air panas adalah (37 0C). Hal ini membuktikan bahwa katak ialah salah satu hewan poiklotherm atau hewan berdarah dingin dimana suhu lingkungan sedikit banyak mempengaruhi suhu tubuhnya. Pada lingkungan yang dingin katak akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, yaitu dengan menurunkan suhu tubuhnya. Demikian pula pada keadaan panas maka katak meningkatkan suhu tubuhnya (Suripto, 1998). Hal ini dapat terjadi karena katak atau hewan poikilotherm belum memiliki sistem yang mampu menjaga suhu tubuhnya seperti homoitherm. Oleh karena itu hewan berdarah dingin seperti katak temperature suhu tubuhnya tergantung pada lingkunganya (Williamson, 1993).
Pelepasan panas pada kendi. Dalam percobaan ini ternyata didapat data dalam tabel 1.3,
Tabel 6. 3: Proses pelepasan panas pada percobaan dengan kendi
Kendi                                                            Suhu (0C)
                      Awal              I                  II                 III                IV               V                VI
Bercat      70 0C          53 0C         51 0C        50 0C         48 0C         47 0C    46 0C                          
Tidak bercat     70 0C          51 0C         49 0C        47 0C         45 0C         42 0C    41 0C                          
Dalam percobaan ini air panas dimasukkan dalam dua kendi yang berbeda, kendi yang satu bercat dan yang lainnya tidak bercat. Ternyata didapat hasil bahwa kendi yang bercat mampu mempertahankan panas lebih lama. Hal ini dikarenakan pada kendi yang bercat pori-pori kendinya tertutup oleh cat. Hal ini yang menyebabkaqn pelepasan panasnya lambat sekali. Sedangkan pada kendi yang tidak ber cat, proses pelepasan panasnya agak cepat, hal ini dikarenakan pori-pori pada kendi yang tidak bercat tidak tertutup oleh cat. Cat pada percoabaan ini berfungsi sebagai isolator untuk menghambat pelepasan panas. Pelepasan panas tersebut terjadi secara konveksi dan evaporasi (penguapan). Semakin banyak pori-pori dalam kendi (luas kontak permukaan) dan semakin tinggi perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan, maka proses konveksi dan evaporasi semakin cepat (Martini, 1998).


Kesimpulan

Dari percobaan yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis makhluk hidup jika didasarkan pada temperature lingkungan yaitu homoioterm dan poikiloterm. Manusia merupakan makhluk hidup homoioterm, hal ini dapat dibuktikan dengan dua probandus yang kami uji yang menunjukkan tidak ada perbedaan suhu yang berarti saat diuji dengan beberapa macam perlakuan, jadi manusia mampu menjaga suhu tubuhnya agar stabil. Sedangkan katak masuk hewan poikiloterm karena katak saat di uji ternyata suhunya berubah-ubah sesuai dengan suhu lingkungan. Sedangkan pada kendi, pelepasan panas oleh kendi yang bercat ternyata lebih lambat daripada yang tidak bercat, hal ini membuktikan bahwa bahwa kecepatan pelepasan panas dipengaruhi oleh luas kontak panas dengan luas kontak permukaan. Semakin banyak pori-pori dalam kendi (luas kontak permukaan) dan semakin tinggi perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan, maka proses konveksi dan evaporasi (penguapan) panas semakin cepat.


Daftar Pusataka
Duellman, E William and Linda trueb. 1986. Biology of Amphibians. Mc Graw Hill inc. New York
Duke H.H. 1995. The physiologis of Domestic Animal. Cemstock Publishing co ing USA
Frandson R.D, DVM, 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi 4, Gadjah Mada University.
Giancoli, Dauglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid I. Erlangga. Jakarta
Johnson,K.D; H.L. Wedberg. 1984. Biology on Introduction. The Benjamin Cummings Publishing Company Inc., California
Martini. 1998. Fundamentals of Anatomy and Physiology, 4thed. Prentice Hall International, Inc. New Jersey.
Sturkie, P.D., 1992 Avian Physiology, 3rd, Spingers-Verlag New York, Heidelberg, Berlin.
Suripto, Melvin J and William a. Reece. 1993. Duke`s Physiology of domestic animals. Cornell University Press, Ithaca and London
Swenson, M.J and William O.Reece. 1993. Duke”s Physiology of Domestic Animals 11th edition. Cornell University Press. London.
Willamson. G. W. J. A Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Comments

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Dasar Teknologi Hasil Ternak (Pengujian Kualitas Telur)