Bahan Pakan dan Formulasi Ransum (Daun Singkong)

Pengamatan Fisik
        Metode yang dilakukan pertama kali untuk menentukan sampel bahan pakan yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan fisik sampel bahan pakan secara langsung. Praktikan mengamati warna sampel, memegang, mencium bau dan merasakannya, sehingga dapat diketahui warna, tekstur, bau dan rasa sampel yang digunakan.
Bahan Pakan dan Formulasi Ransum (Daun Singkong)
     Berdasarkan hasil praktikum, sampel bahan pakan yang diamati mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
Tabel 1. Pengamatan fisik sampel bahan pakan

Parameter
Pengamatan
Tekstur
Kasar
                   Warna
                           Hijau
                   Bau
 Sedap
                     Rasa
                           Pahit

Berdasarkan tabel diatas, praktikan dapat memperkirakan sampel bahan pakan yang digunakan berupa rerumputan  atau daun tumbuhan. Menurut perkiraan tersebut, sampel bahan yang digunakan adalah daun singkong, karena secara tekstur, rasa, warna dan baunya sama. 
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Memiliki nama latin Manihot utilissima. Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2 sampai 3 cm dan panjang 50 sampai 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia (Anonim, 2011).
Daun ubi kayu atau cassava leaves adalah jenis sayur yang berasal dari tanaman singkong atau ketela pohon. Tanaman ini memiliki nama latin Manihot utilissima atau Manihot esculenta. Ada dua jenis daun ubi kayu yang berfungsi sebagai sayuran, yaitu daun ubi kayu biasa dan daun ubi kayu semaian. Daun singkong biasa yang bertangkai merah tua dengan daun berwarna hijau tua sedangkan daun singkong semaian atau semen (sebutan di daerah Jawa) yang bertangkai merah muda keputihan dengan warna daun hijau muda. Kedua jenis daun tersebut pada dasarnya berasal dari jenis atau varietas tanaman singkong yang sama. Daun singkong biasa berasal dari tanaman singkong yang ditanam untuk diambil umbinya, sedangkan daun singkong semen merupakan hasil dari tanaman singkong yang sudah dipanen (Djamaludin, 1994).
        Phuc et al.,(1995), menyatakan bahwa tingginya kandungan protein di dalam daun singkong yaitu sekitar 20% sampai 23% menjadikannya sebagai bahan pakan sumber protein yang potensial untuk menggantikan bahan sumber protein lain yang harganya lebih mahal terutama untuk ternak di daerah tropis. Kelemahan daun singkong adalah kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu sekitar 15% serta kandungan HCN yang bersifat racun. Kandungan HCN dalam  daun singkong dapat mencapai 6 kali kandungan HCN umbinya. Menurut Herawati (2001), racun tersebut dapat dikurangi kadarnya dengan pengeringan di bawah sinar matahari dan pencincangan daun singkong tanpa memengaruhi kandungan protein secara nyata. Menurut Eviyanti (1993), pemberian tepung daun singkong sampai taraf 20% dalam ransum broiler masih dapat dipergunakan selama kebutuhan zat-zat lain terpenuhi. Penggunaan tepung daun singkong dalam ransum ayam tidak  berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum ayam sampai taraf 40%.

Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan dasar analisis kimia yang dikerjakan setiap hari dari pakan, jaringan, jaringan tubuh, feses ataupun ekskreta yang diantaranya berguna untuk menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan, juga untuk menentukan kadar standar untuk semua jenis pakan. Analisis ini disebut analisis proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang sebenarnya (Kamal, 1994). 
        Cara ini dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman pada tahun 1865, dengan menggolongkan komponen yang ada pada pakan. Dari sistem analisis proksimat dapat diketahui adanya 6 macam fraksi, yaitu (1) air; (2) abu; (3) protein kasar; (4) lemak kasar; (5) serat kasar dan (6) ekstrak tanpa nitrogen (Utomo dan Soejono, 1999).
Tabel 2. Hasil analisis proksimat sampel bahan pakan
Parameter
Pengamatan
Kadar Air (%)
                      9,17
Kadar bahan kering (%)
                      90,83
Protein kasar (%)
                      23,46
Serat kasar (%)
                      16,17
Lemak kasar (%)
                      7,503
Abu (%)
                      8,536
BETN(%)
                      45,821
Total (%)
                      100

Penetapan kadar air. Menurut Kamal (1998), yang dimaksud dengan air adalah semua cairan yang menguap pada pemanasan selama beberapa waktu pada suhu 100o sampai 110oC dengan tekanan udara bebas sampai sisanya yang tidak menguap mempunyai bobot tetap. Penentuan kandungan air dari suatu bahan sebenarnya bertujuan untuk menentukan kadar bahan kering dari suatu bahan.
Ternak memanfaatkan air melalui tiga jalan, yaitu dengan minum air, menggunakan air yang merupakan bagian dari makanan yang dimakannya, dan kadang-kadang dengan menghasilkan sejumlah kecil air metabolisme yang diperoleh dengan oksidasi lemak dalam tubuhnya sendiri (Williamson dan Payne, 1993).
Menurut Tilman et al., (1991), cara mendapatkan kadar air atau persen air yakni sampel bahan pakan ditimbang, diletakkan dalam cawan khusus dan dipanaskan dalam oven 1050C sampai 1100C. Pemanasan berjalan hingga sampel tetap bobot atau beratnya. Setelah pemanasan tersebut, sampel makanan disebut sampel bahan kering dan pengurangannya dengan sampel bahan pakan tadi disebut persen air atau kadar air. 
        Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan kadar air dalam sampel bahan pakan yang digunakan sebesar 9,17%. Ini berarti bahwa sampel bahan pakan tersebut masih belum cukup tahan untuk disimpan dalam waktu yang lebih lama. karena kadar air yang baik untuk penyimpanan yang lama antara 13 sampai 15%. Menurut Eviyanti (1993), kadar air daun singkong adalah 9,78%. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar air dalam suatu bahan pakan adalah cara penyimpanan, iklim tempat penyimpanan, dan kemasan (Tilman et al., 1991).
Penetapan kadar abu. Menurut Kamal (1994), abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan apabila dibakar sempurna pada suhu 550oC sampai 600oC selama beberapa waktu maka semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2 dan H2O dan gas lain yang menguap, sedang sisanya yang tidak menguap itulah yang disebut abu atau abu adalah campuran dari berbagai oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung dalam bahannya.
Praktikum penetapan kadar abu digunakan silica disk  karena silica disk  mempunyai titik leleh tinggi sehingga apabila dioven maupun ditanur silica disk tidak akan meleleh. Apabila dalam praktikum ini mengunakan voochdoss maka kadar air tidak dapat diperoleh karena voochdoss tidak tahan panas dan titik lelehnya rendah. Desikator berfungsi sebagai alat penstabil suhu. Cara penggunaan desikator yaitu dengan menggeser tutup desikator secara pelahan-lahan agar bahan pakan yang ada didalam desikator tidak terkontaminasi dengan lingkungan luar. Tanur berfungsi untuk mengeringkan bahan pakan. Dengan semakin meningkatnya kadar garam produk, akan terjadi pula peningkatan kadar abu produk, karena garam yang terdiri dari ion Na+ dan Cl- serta senyawa-senyawa lain seperti Mg++ dan Ca++ dapat menjadi prekursor abu yang merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik (Suliantari et al., 1994).
Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah abu penting untuk menentukan BETN. Kombinasi unsur-unsur mineral dalam bahan pakan dari tanaman bervariasi dan pada hewan dapat digunakan sebagai indeks untuk kadar kalsium dan fosfor ( Tilman et al., 1991).
Kadar abu yang terdapat dalam sampel bahan pakan yang digunakan dalam praktikum yaitu 8,536%. Menurut Eviyanti (1993), kadar  daun singkong yaitu 6,57%. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa sampel bahan pakan yang digunakan memiliki kandungan mineral-mineral yang cukup tersedia dan menunjukkan bahan organik yang terkandung didalamnya sangat banyak. Menurut Hartadi et al., (1997), perbedaan kadar abu dipengaruhi beberapa faktor antara lain kesuburan tanah, pemupukan, spesies tanaman, dan berbagai faktor musim.
Penetapan kadar serat kasar. Serat kasar adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam pakan yang kecernaannya rendah, sedang dalam analisis proksimat serat kasar adalah semua senyawa organik yang tidak larut di dalam perebusan dengan larutan H2SO4 1,25% atau 0,255N dan pada perebusan dengan larutan NaOH  1,25% atau 0,313 N yang berurutan masing-masing selama 30 menit. Perebusan tersebut menyebabkan semua senyawa organik akan larut kecuali serat kasar dan beberapa macam mineral. Ampas hasil saringan bila dibakar sempurna maka serat kasarnya akan menjadi gas CO2 dan H2O yang menguap sedangkan mineralnya akan menjadi abu atau campuran oksida mineral (Kamal, 1994).
        Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa terdapat dalam struktur daun dan kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalm biji tanaman tetentu. Selulosa dan hemiselulosa dapat dihidrolisis oleh mikroorganisme rumen pada ternak ruminansia menjadi VFA (Volatile Fatty Acid), gas metan (CH4), dan karbondioksida (CO2) serta melepaskan energi pada ternak ruminansia. Sedangkan lignin adalah bagian dari tanaman yang mengandung substansi kompleks yang tidak dapat dicerna (Tillman et al., 1991).
Sampel bahan dalam penetapan serat kasar dibungkus dengan kertas minyak agar serat kasar yang akan diuji tidak ada yang menempel pada kertas, selain itu penggunaan kertas minyak juga tidak akan mempengaruhi kadar serat kasar sampel bahan tersebut. Jika sampel bahan dibungkus dengan kertas saring, maka kadar serat kasarnya sampel bahan akan sedikit berbeda, karena dalam kertas saring tersebut juga mengandung serat kasar. Penetapan kadar serat kasar menggunakan penambahan larutan H2SO4 dan NaOH. Penambahan H2SO4 berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat dan protein, selain itu juga disesuaikan dengan proses pencernaan di dalam tubuh ternak monogastrik yaitu pencernaan secara asam yang terjadi di dalam lambung. Penambahan NaOH berfungsi untuk penyabunan lemak dan menyesuaikan proses pencernaan dalam tubuh (usus) dalam suasana basa. Larutan ethyl alkohol juga ditambahkan dalam pencucian crucibel yang berfungsi untuk melarutkan lemak.
Hasil praktikum menunjukkan kadar serat kasar (SK) dalam sampel bahan pakan yang digunakan sebesar 16,17%, sedangkan menurut Eviyanti (1993), kadar serat kasar daun singkong adalah 15,38%. Hal tersebut menunjukkan bahwa serat kasar  yang terkandung dalam hijauan sampel bahan pakan yang digunakan cukup tinggi. Perbedaan kadar serat kasar dipengaruhi oleh komposisi kimia yang bervariasi sesuai dengan umur, bagian tanaman, musim dan tipe jenis. Semakin dewasa tanaman maka tingkat protein kasar semakin berkurang dan serat kasarnya semakin bertambah (Brewbaker et al., 1996).
Penetapan kadar protein kasar. Protein kasar adalah nilai hasil bagi dari total nitrogen amonia dengan faktor 16% atau hasil kali dari total nitrogen amonia dengan faktor 6,25. Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen 16% (Budi, 1995). 
Protein merupakan senyawa organik dengan bobot molekul tinggi yang mengandung unsur  antara lain C,H,O, dan N dan merupakan bentuk polimer dari asam-asam amino yang saling dikaitkan dengan ikatan peptida. Sedangkan asam amino adlah unit dasar dari struktur protein yang minimal punya sati gugus amino dan satu gugus karboksil (Kamal, 1994).
Penentuan kadar protein kasar suatu bahan pakan melalui tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi bertujuan untuk melepaskan N organik sampel dengan adanya penambahan H2SO4. Fungsi dari H2SO4 adalah untuk melepaskan N dari sampel. Batu didih yang digunakan pada destruksi berfungsi untuk menstabilkan agar tidak terjadi letupan-letupan. Kjeltab mengandung selenium, Cu dalam bentuk CuSO4, K2SO4, KMnO4. Kjeltab berfungsi sebagai katalisator yaitu untuk mempercepat jalanya reaksi. Tahap destilasi bertujuan untuk melepaskan NH3 yang kemudian ditangkpn oleh H3BO3. H3BO3 adalah asam borak yang berfungsi menangkap NH3, NaOH sebagai penetral asam sulfat, H2O sebagai pengencer. Tahap ketiga adalah titrasi yang bertujuan untuk mengetahui jumlah N yang terdestilasi. 
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan kadar protein kasar (PK) sampel bahan pakan yang digunakan sebesar 23,46%. Menurut Eviyanti (1993), protein kasar daun singkong yaitur 24,10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel bahan pakan yang digunakan merupakan bahan makanan ternak sumber protein tinggi karena memiliki kandungan protein lebih dari 20% dan serat kasarnya kurang dari 18%. Perbedaan kandungan protein kasar dipengaruhi oleh jenis tanaman, bagian tanaman, lama penyimpanan dan cara penyimpanan (Tillman et al., 1998).
Penetapan kadar lemak kasar atau ekstrak eter. Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut di dalam pelarut lemak (ether, petroleum benzen) oleh karena itu lemak kasar lebih tepat disebut ekstrak ether. Lipida adalah sekelompok substansi organik yang terdapat pada jaringan tanaman dan jaringan hewan, tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam zat pelarut organik atau pelarut lemak. Lipida berperan sebagai pembawa elektron dan substrat pada reaksi enzimatik, sebagai komponen membran biologik dan persendian energi. Dalam analisis proksimat dari pakan, lipida dimasukkan ke dalam fraksi ekstrak eter atau lemak kasar (Kamal, 1994).
Lemak dibutuhkan sebagai sumber asam lemak esensial, sumber prostaglandin, sebagai carrier vitamin yang larut di dalam lemak, sebagai sumber energi karena kadar energi lemak yang tinggi. Zat ini dapat menaikkan energi makanan tanpa menambah volume terlalu banyak. Hal ini penting bagi penyusunan makanan pada ternak berproduksi tinggi yang telah menerima ransum yang voluminous (bulky). Terdapat kenyataan bahwa penambahan lemak pada makanan dapat mengurangi heat increatment sehingga menaikkan efisiensi pakannnya. (Tillman et al., 1991).
Penetapan kadar lemak kasar menggunakan seperangkat alat Soxhlet. Fungsi alat Soxhlet adalah untuk mencari kadar lemak dengan cara menguapkan eter. Sampel yang digunakan pada penentuan kadar lemak kasar berjumlah 3 sampel karena kadar lemak berubah-ubah sehingga digunakan 3 sampel untuk dibandingkan. Sampel untuk penetapan kadar lemak kasar tidak dibungkus dengan kertas minyak tapi dibungkus dengan kertas saring bebas lemak karena kertas minyak sudah mengandung lemak jadi bila sampel dibungkus dengan kertas minyak maka kadar lemak sampel akan terkontaminasi dengan minyak dari kertas minyak tersebut.
Kadar lemak kasar atau ekstrak eter (EE) dalam sampel bahan pakan yang digunakan adalah 7,503%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan lemak kasar dalam sampel bahan pakan tersebut rendah. Menurut Eviyanti (1993), kadar lemak kasar atau ekstrak eter daun singkong yaitu 7,29%. Perbedaan kadar lemak kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar lemak kasar yaitu spesies tanaman, umur tanaman, perbedaan bagian yang digunakan untuk sampel, dan kesuburan tanah (Tillman et al., 1998).
Penetapan kadar ekstrak tanpa nitrogen. Menurut Kamal (1999), ekstrak tanpa nitrogen dalam arti umum adalah sekelompok karbohidrat yang kecernaannya tinggi. Sedang dalam analisis proksimat yang dimaksud ekstrak tanpa nitrogen adalah sekelompok karbohodrat yang mudah larut dalam pada perebusan dengan H2SO4 1,25% (0,255 N) dan pada perebusan dengan larutan NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-masing selama 30 menit. Walaupun demikian, untuk penentuan kadar ekstrak tanpa nitrogen hanya berdasarkan perhitungan yaitu, seratus persen dikurangi jumlah persentase bahan organik yang terdiri dari air, abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar (Kamal, 1999).
BETN mengandung mono-, di-, tri- dan tetra sakarida ditambah pati dan beberapa bahan yang termasuk hemiselulosa karena kadar BETN adalah 100% dikurangi jumlah % dari kadar air, abu, protein, lemak dan serat kasar, maka nilainya tidak tepat dan dapat dipengaruhi kesalahan-kesalahan analisa dan zat-zat lain. Namun kesalahan-kesalahan tidak begitu mengkhawatirkan pada analisis-analisis yang telah rutin dikerjakan, terutama karena sellulosa dan pati adalah komponen utama bahan makanan dan tabel tidak memisahkan zat-zat ini. Kesalahan pokok tabel analisis proksimat adalah mengingat kenyataan bahwa ekstraksi alkali lemak yang dipakai pada penentuan serat kasar memisahkan bagian lignin dari beberapa rumput, karenanya mengurangi kadar serat kasar rumput tersebut. Akibatnya nilai BETN seakan-akan naik, maka pada hijauan yang berkualitas rendah, serat kasar dicerna oleh ruminansia, sebaik seperti halnya BETN, Metode Van Soest untuk menganalisa hijauan, mempunyai kecenderungan meniadakan kesalahan analisis serat kasar dan menyempurnakan bagan analisa proksimat (Tillman et al., 1991).
        Berdasarkan data-data fraksi diatas, maka didapatkan kadar bahan ekstrak nitrogen sebesar 45,821%. Sedangkan menurut Eviyanti (1993), kadar ekstrak tanpa nitrogen daun singkong yaitu 46,66%.  Perbedaan nilai kadar ekstrak tanpa nitrogen dipengaruhi oleh perbedaan kadar abu, kadar serat kasar, kadar ekstrak ether, dan kadar protein kasar. Beberapa makanan ternak apabila dilarutkan ke dalam larutan mendidih, maka NaOH dapat menghilangkan lignin dan hemiselulosa sehingga akan menurun kandungan serat kasar dari suatu bahan makanan dan menaikkan kandungan BETN (Tillman et al., 1998).
Sumber :
Anonim. 2011. Singkong. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong pada tanggal 25 oktober 2011 jam 20.54.
Budi, STS. 1995. Preparasi Sampel Analisis Proksimat Bomb Calorimeter. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Brewbaker, J., P.cheeke, N. Glover, C. Hughses, D. Kass, M. Kass, B. Scibert, J. Stewart, S. Sumberg and F. Wiersum.1996. Glicirida: Produksi dan Manfaat (diterjemahkan oleh Emmanuel Keffi). Asia Pasific Agroforesty Network Secretariat: Bogor.
Djamaludin, E. 1994. Penggunaan Daun Singkong Sebagai Tambahan dalam Ransum Domba dan Kambing. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 7:3.
Eviyanti. 1993. Pemberian tepung daun singkong dalam ransum dan pengaruhnya terhadap permonans ayam broiler. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1993. Tabel-Tabel dari Komposisi Bahan Makanan Untuk Indonesia. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press:  Yogyakarta.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Herawati H. 2001. Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus tricolor, L), daun singkong (Manihot eculenta, C.), terong panjang (Solanum melongena L.) dan margarin kaya asam lemak tidak jenuh terhadap mutu roti tawar. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi  Pertanian, Institut Pertanian Bogor:  Bogor.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Mariyono,. Endang Romjali. 2007. Teknologi Inovasi Pakan Murah. Pasuruan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Cetakan kedua. PT Pembangun, Jakarta.
Parakkasi, Aminudin. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta.
Phuc et al. 1995. Analisa Bahan Pakan Secara Kimiawi. Jambi: Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi.
Phuc et al. 1995. Replacing soya bean meal with cassava leaf meal in cassava root diets for growing pigs. Livestock Research for Rular Development Volume 7 Numb er 3. (terhubung berkala). http:  www.cipav.org.co./Irrd/Irrd7/3/cont73.htm.
Syamsu, Jasmal A., Lily A. Sofyan, K. Mudikdjo, dan E. Gumbira Sa’id. 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. Vol-13, No.1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Suliantari, Sutrisno Koswara, dan I.A. Irastina Danur. 1994. Mempelajari Metode Reduksi Kadar Histamin dalam Pembuatan Pindang Tongkol.
Tillman, A.D.H. Hartadi, dan S. Reksohadiprodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tillman, A.D.H. Hartadi, dan S.Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosukodjo, S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. 2008. Standar Operasional Prosedur dan Penuntun Kerja Analisis Proksimat.  Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Tim Laboratorium INTP. 2003. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Utomo et al. 1999. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Williamson, B dan W. Y. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Biokimia Dasar (Protein)