Penyamakan Kulit


BAB I
PENDAHULUAN
Sejak masa prasejarah pemanfaatan kulit telah dikenal oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dari peninggalan tertulis maupun pahatan/relief pada batu yang menunjukkan bagaimana proses pengolahan kulit dan kegunaannya pada manusia sebagai pakaian serta rumah maupun tenda dari bahan kulit (bangsa Indian). Di Semenanjung Asia terutama India dan China ditemukan bukti tertulis. Di Afrika khususnya Mesir ditemukan pakaian dari kulit yang dipakai untuk membungkus mummy. Di Eropa, pengembaraan bangsa Moor telah membawa budayanya sampai Spanyol sehingga teknologi pengolahan kulit berkembang sampai negaranegara Eropa lainnya. Di Museum Berlin disimpan batu yang menggambarkan proses pengolahan kulit harimau. Demikian pula di British Museum kini tersimpan pakaian dan sepatu dari kulit dari masa prasejarah. Perkembangan proses pengolahan kulit secara sederhana dan pemanfaatannya di Asia disebarkan ke Asia dan Afrika oleh Marcopolo.
Pada mulanya kulit hewan besar dan kulit hewan kecil dikeringkan dengan jalan diasapi. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia ditemukanlah suatu cara untuk memperbaiki mutu kulit mentah, yaitu dengan menambahkan\ bahan-bahan nabati yang mengandung senyawa tannin seperti kulit (babakan) kayu, ranting kayu dan buah-buahan.
Di negara-negara yang beriklim dingin kulit merupakan barang yang sangat vital terutama sebagai bahan pakaian. Pada zaman modern sekarang jas dan jaket pada prinsipnya merupakan adaptasi dari pakaian zaman dahulu. Dari memorimemori yang diketemukan oleh bangsa Yunani Kuno, mereka kemudian menggunakan kulit secara meluas untuk bahan baju, sepatu, helm, celana dan sebagainya. Demikian juga bangsa anglo sakson telah menggunakannya dengan dekorasi dan berbagai desain dari logam.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit merupakan hasil sampingan dari hewan yang dagingnya dikonsumsi. Kulit yang dihasilkan dari binatang yang dagingnya dikonsumsi harganya terjangkau. Sebaliknya, kulit binatang yang dagi ngnya tidak dikonsumsi harganya cukup mahal seperti kulit buaya, biawak dsb. Ada jenis binatang langka yang dilindungi dan dilarang untuk diburu misalnya gajah, buaya, harimau dsb, sehinngga kulit dari jenis binatang ini juga langka.
1. Jenis Kulit Berdasarkan Asal Hewan
  1. Hewan ternak : sapi, kerbau, kuda, Kambing, domba, babi.
  2. Hewan melata : buaya, biawak, komodo, ular, kodok
  3. Hewan air: ikan pari, ikan kakap, ikan tuna
  4. Hewan liar: gajah, harimau
  5. Burung : burung unta, ayam
2. Pembagian Kelompok Kulit
1. Kulit besar (Sapi,kerbau, kuda, gajah)
2. Kulit kecil (kambing, domba, kijang, kelinci)
3. Kulit reptil (ular, buaya, biawak, kadal, kodok)
4. Kulit ikan (pari, hiu, tuna).
Penyamakan kulit merupakan suatu proses untuk mengubah kulit mentah (hide/skin) yang bersifat labil (mudah rusak oleh pengaruh fisik, kimia dan biologis) menjadi kulit yang lebih stabil terhadap pengaruh tersebut yang biasa disebut kulit tersamak (leather). Penyamakan kulit bertujuan untuk mencegah terjadinya lisis dan autolisis terhadap komponen-komponen penyusun kulit.
Jenis penyamakan yang kita kenal ada empat, yakni :
1. Penyamakan mineral Jenis bahan penyamak yang sering digunakan dalam penyamakan ini antara lain yang berasal dari golongan aluminium seperti tawas putih (K2SO4 Al2(SO4)3 24H2O), golongan krom seperti Cr2O3 (produk komersial dengan merek Chromosal-B) dan Zirkonium. Produk kulit jadi (leather) yang biasa dihasilkan melalui penyamakan ini antara lain : kulit untuk sepatu, bahan jaket, tas kantor, dompet dan lap (chamois).
2. Penyamakan nabati Jenis bahan penyamak yang digunakan adalah bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti akar, batang dan daun. Prinsipnya bahwa semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung tannin dapat digunakan. Contoh tumbuhan yang sering digunakan antara lain : mahoni, pisang, teh, akasia, bakau. Tumbuhan yang mengandung tannin dicirikan oleh rasa yang sepat dan reaksi dengan besi seperti pisau menghasilkan warna ungu kehitaman. Contoh produk kulit jadi yang dihasilkan adalah sepatu sol (sepatu kerja/sepatu militer/polisi).
3. Penyamakan sintetis Penyamakan sintetis menggunakan bahan-bahan dari golongan fenol yang telah dibesarkan molekulnya melalui proses sulfonasi dan kondensasi. Produk komersial dijual dengan merek basyntan, irgantan dan tanigan. Tujuan yang diharapkan dari penyamakan ini adalah memperoleh kulit jadi dengan menampilkan kesan aslinya, seperti kulit reptil (ular, buaya biawak) maupun pada kulit kaki ayam. Melalui teknik penyamakan ini relief (rajah) khas yang dimiliki masing-masing kulit tetap dipertahankan dan akan tetap tampak sebagai suatu seni (art) tersendiri.
4. Penyamakan minyak Jenis bahan penyamak yang digunakan adalah berasal dari minyak ikan. Salah satu contoh bahan penyamak minyak yang telah banyak dijumpai di pasaran adalah minyak ikan hiu. Dalam perdagangan biasa dikenal dengan nama minyak ikan kasar. Minyak ikan yang digunakan memiliki ikatan C rangkap atau bilangan yodium dengan kisaran 80-120. Produk kulit jadi yang dihasilkan misalnya adalah : kulit bulu (zemleer).
Proses Dasar Penyamakan Kulit
Secara umum penyamakan kulit memiliki tahap-tahap sebagai berikut :
a.Tahap pertama adalah proses pendahuluan (beam house operation) yang meliputi : perendaman, pembuangan lemak, pengapuran, buang bulu, buang daging, pengapuran ulang, buang kapur, pengikisan protein dan pengasaman
b. Tahap kedua proses penyamakan
c. Tahap ketiga adalah proses finishing yang meliputi : pemeraman, pemerahan, pengetaman, penetralan, pengecatan dasar, peminyakan, fiksasi, pengurangan kadar air, perataan rajah, pengeringan, pembasahan kembali, pelemasan, pementangan, pengampelasan, pengecatan tutup dan pengkilapan.
Adapun penjelasan secara mendetail dari setiap tahap proses tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Perendaman (soaking) Tujuan dilakukannya tahap perendaman adalah : a) mengembalikan kadar air yang hilang selama pengawetan, b) mengembalikan sifat-sifat kulit mentah seperti keadaan semula dan c) membersihkan kulit awetan dari bahan-bahan pengawet seperti garam, darah, lemak serta sisa-sisa kotoran. Prinsip kerja proses perendaman adalah bahwa air yang masuk ke dalam kulit akan membasahkan kembali dan mengencerkan garam pengawet serta melarutkan protein globuler. Bila protein globuler tidak dibuang akan berpengaruh terhadap proses penyamakan. Penambahan desinfektan akan menghambat pertumbuhan mikroba.

2. Pembuangan lemak (degreasing) Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lemak alami yang ada pada kulit.

3. Pengapuran (liming) Tahap ini bertujuan untuk : a) Menghilangkan epidermis, bulu, kelenjar keringat, kelenjar minyak dan zat-zat yang tidak diperlukan, b) mempermudah pelepasan lapisan subkutis, c) membengkakkan dan memisahkan ikatan serabut kolagen menjadi serabut yang terpisah dan d) melarutkan substansi perekat korium. Prinsip kerja proses pengapuran adalah bahwa : a) kapur akan menghidrolisis protein (molekul sederhana) dan melarutkannya serta Na2S yang digunakan akan mereduksi protein keratin sehingga akan lebih mudah dihidrolisis oleh basa.

4. Buang buang bulu (unhairing) Proses buang buang bulu bertujuan untuk membuang bulu yang tidak diperlukan.

5. Buang daging (fleshing) Proses buang daging bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa daging, lemak dan lapisan subkutis. Prinsipnya bahwa sisa daging atau subkutis yang tertinggal pada bagian flesh akan menghambat penetrasi bahan kimia dan bahan penyamak. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mesin fleshing dan sisa-sisa daging dan lemak serta lapisan subkutis yang masih tertinggal seharusnya dihilangkan hingga bersih.

6. Pengapuran ulang (reliming) Proses ini bertujuan untuk menyempurnakan tujuan proses pengapuran awal. Prinsip kerjanya bahwa kapur akan mencerna sisa-sisa rambut, epidermis, protein globuler maupun lemak. Komponen lemak dapat dihilangkan dengan menggunakan pisau.

7. Buang kapur (deliming) Proses buang kapur bertujuan : a) menghilangkan kapur yang terikat oleh kolagen dan kapur tidak terikat yang berada di antara serat kolagen serta b) menurunkan pembengkakan yang terjadi pada saat proses pengapuran. Prinsip dilakukannya proses buang kapur adalah kapur yang tertinggal di dalam kulit harus dihilangkan oleh karena penyamakan harus dilakukan pada suasana asam. Kapur yang terikat secara kimia selanjutnya dapat dihilangkan melalui proses selanjutnya.

8. Pengikisan protein (bating) Tujuan dilakukannya proses bating adalah : a) membuat agar permukaan (grain) pada kulit samak terlihat lebih bersih, halus dan lembut, b) agar dihasilkan kulit samak yang bertekstur lunak, lembut dan stretchy serta c) untuk mendegradasi lemak dan protein-protein globular.

9. Pengasaman (pickling) Tujuan dilakukannya proses pengasaman antara lain : a) menyiapkan kondisi kulit agar sesuai dengan kondisi larutan penyamak sehingga bahan penyamak mudah masuk, terdistribusi dan bereaksi dengan kolagen kulit, b) menetralkan sisa-sisa kapur dan menghilangkan flek-flek besi yang berasal dari Na2S saat dilakukan proses pengapuran.

10. Penyamakan (tanning) Tujuan dilakukannya proses penyamakan adalah untuk mengubah kulit mentah yang mudah busuk menjadi kulit samak yang awet, lembut dan tidak membengkak bila dibasahkan lagi. Kulit yang sudah diproses (soaking-pickling) masih dapat mengalami proses pembusukan, sehingga untuk mencegah hal tersebut maka kulit harus segera disamak.

11. Pemeraman (aging) Proses pemeraman dilakukan dengan tujuan : a) mengurangi kadar air kulit, b) menghilangkan lipatan-lipatan selama proses sebelumnya dan c) mengusahakan agar kulit mencapai luas maksimum. Kegiatan ini dilakukan dimana kulit-kulit yang telah melalui proses penyamakan ditumpuk satu persatu, bagian daging berada dibawah dan bagian rajah berada di atas. Bagian paling atas ditutup dengan plastik dan bagian daging diletakkan menghadap ke atas. Hal terpenting yang harus diperhatikan bahwa proses pengetusan (aging) yang terlalu lama dengan cara menumpuk kulit di atas kuda-kuda maupun papan penumpukan dapat mengakibatkan kulit mudah berjamur. Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka seharusnya dilakukan perendaman kulit dalam drum yang berisi air hangat (suhu 70°C) dan anti jamur (misalnya : Biocide C3). Selain itu proses aging diupayakan jangan terlalu lama, apabila kadar air kulit sudah berkurang maka proses kulit sudah dapat dilanjutkan kembali.

12. Pemerahan (sammying) Proses pemerahan dilakukan dengan menggunakan mesin perah/mesin sammying ataupun dengan cara manual. Jika kulit masih terlalu basah maka proses ini diulang lagi sampai kulit terasa keset jika dipegang.

13. Pengetaman (shaving) Proses pengetaman dikerjakan dengan menggunakan mesin shaving. Kulit yang telah dishaving kemudian ditimbang sebagai acuan untuk menentukan bahan-bahan kimiawi pada proses selanjutnya.

14. Penetralan (neutralization) Tujuan proses penetralan adalah untuk mengurangi kadar keasaman kulit agar tidak menghambat proses pengecatan dasar. Prinsip kerjanya adalah bahwa kulit yang disamak dengan bahan penyamak krom, tingkat keasamannya masih tinggi sehingga harus dinetralkan sebelum dicat dasar karena cat dasar biasanya bersifat anionik (menuntut suasana netral).

15. Pengecatan dasar. Proses pengecatan dasar biasanya dilakukan untuk kulit-kulit yang akan disamak dengan banyak penyamak krom, sedang kulit yang akan disamak dengan banyak penyamak nabati maupun sintetis, proses ini jarang dilakukan karena bahan penyamak nabati sudah menampilkan warna coklat sesuai warna zat penyamaknya. Tujuan proses pengecatan dasar adalah untuk memberi warna dasar pada kulit. Cat dasar atau cat celup (synthetic dyestuff) yang biasa diberikan terbuat dari derivat batubara yang menghasilkan aniline, naftalena dan lainnya yang struktur molekulnya mengandung cincin benzena. Cat celup dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni cat dasar anion (anionic dyes) dan kation (cationic dyes).

16. Peminyakan Tujuan proses peminyakan adalah : a) untuk melemaskan kulit agar lebih lunak dan mempunyai kemuluran yang tinggi dan b) Mempertahankan kulit dari kerusakan oleh pengaruh air, karena kulit yang telah mengalami proses peminyakan, daya serap dan daya tolak terhadap molekul air sangat baik. Prinsip kerjanya bahwa minyak atau lemak dapat mengubah sifat-sifat penting antara lain : kulit menjadi lebih lunak, lebih fleksibel, lebih liat, lebih mulur dan permukaan rajahnya menjadi lebih halus. Jenis minyak yang biasa digunakan antara lain : a) minyak mineral (paraffin wax dengan titik leleh 35-56oC ; montan wax dengan titik leleh 76-86oC ; ceresine wax dengan titik leleh 60-85oC), b) minyak hewan (lemak sapi dengan titik leleh 35- 38oC, c) minyak nabati (minyak kelapa dan minyak jarak) dan d) minyak ikan (minyak natural) (cod oil dan sperm oil).

17. Fiksasi Proses fiksasi dilakukan bertujuan untuk mengikat cat dasar pada serat kulit sehingga tidak terjadi kelunturan dan menghindari kerusakan kulit akibat pengaruh mikroorganisme.

18. Pengurangan kadar air (striking out) dan perataan rajah (setting out) Proses ini bertujuan untuk : a) mengurangi kadar air kulit, b) menghilangkan lipatan-lipatan yang terjadi selama peminyakan dan penumpukan serta c)memaksimalkan luas permukaan kulit.

19. Pengeringan (drying) Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air kulit hingga mencapai 18- 20%, baik yang mengisi kulit maupun yang terikat secara kimiawi sampai batas tertentu. Metode pengeringan yang biasa dilakukan adalah dengan sistem penggantungan, pementangan dan pasta.

20. Pembasahan kembali (conditioning) Proses pembasahan kembali bertujuan untuk menaikkan jumlah air bebas, air tidak terikat di dalam kulit supaya kulit siap menerima perlakuan fisik pada saat proses pelemasan nantinya.

21. Pelemasan (stakking) Proses ini bertujuan untuk melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang mengkerut selama proses pengeringan. Proses pelemasan ini menggunakan drum milling yang berisi bola-bola karet dengan diameter 5-10 cm atau dengan cara manual dengan tangan menggunakan alat bantu berupa lempengan logam yang berbentuk lingkaran yang dipasang pada kayu tegak. Proses pelemasan ini dilakukan selama 3-5 jam. Untuk kulit garmen pelemasan dilakukan sebanyak 2 kali.

22. Pementangan Proses pementangan dilakukan untuk kulit yang dikeringkan dengan sistem gantung, sedangkan kulit yang dikeringkan dengan sistem pentang tidak perlu. Tujuan proses ini adalah untuk menambah luas kulit dan meratakan kulit yang bentuknya kurang baik atau kurang simetris.

23. Pengamplasan (buffing) Proses ini hanya dilakukan hanya pada bagian daging (flesh) saja sedang bagian atas atau bagian bulu (nerf) tidak dilakukan proses pengamplasan. Proses pengamplasan dilakukan dengan tujuan : a) menghaluskan kulit bagian daging yang masih kasar dan b) untuk meratakan dan mengurangi ketebalan kulit.

24. Pengecatan tutup (spraying) Proses pengecatan tutup bertujuan untuk : a) memperindah penampilan kulit dengan memperkuat warna, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah ; b) menutup cacat atau warna dasar yang tidak rata serta ; c) melindungi rajah kulit dari kerusakan karena gesekan, panas, hujan dan sinar matahari.

25. Pengkilapan (glazing) Proses ini dilakukan setelah proses pengecatan tutup. Glazing berasal dari bahasa Inggeris yang berarti “mengkilapkan”. Tujuan proses ini adalah mengkilapkan lapisan cat tutup dan sekaligus memadatkan permukaan kulit agar lebih bercahaya, menarik dan lebih indah. Peralatan biasanya menggunakan mesin atau secara manual menggunakan tempurung atau kulit binatang laut yang halus dan keras serta dapat pula menggunakan kaca.


BAB III
PEMBAHASAN
Adapun proses penyamakan kulit buaya adalah sebagai berikut
Sortasi dan penimbangan. Merupakan tahap persiapan kulit sebelum dilakukan proses penyamakan. Tahap ini merupakan tahap dimana kulit diseleksi untuk menetukan mana kulit yang layak untuk di proses. Setelah dilakukan seleksi maka kulit di timbang.
Proses perendaman (Soaking). Perendaman bertujuan untuk melemaskan kulit terutama kulir kering, sehingga mendekati kulit hewan yang baru lepas dari badannya. Perendaman juga bertujuan untuk membuang darah, feces, tanah dan bahan atau zat zat asing yang tidak hilang pada waktu pengawetan. Bahan yang digunakan adalah air, teepol, soda abu.
Proses pengapuran (Liming). Tujuan dari pengapuran adalah untuk membengkakkan kulit, mempermudah pembuangan bulu, epidermis dan lain-lain selama 24 jam. Bahan yang digunakan adalah air, natrium sulfida, kapur.
Proses buang daging (Fleshing). Kulit yang masih terdapat daging dihilangkan dengan pisau seset atau dengan mesin buang daging.
Proses pengapuran ulang (Relimming). Bertujuan untuk menghilangkan bulu dan zat-zat yang masih tertinggal pada kulit pada proses pengapuran. Bahan yang digunakan adalah air, dan kapur.
Proses buang kapur (Delimming). Proses buang kapur ini bertujuan untuk membuang sisa-sisa kapur, baik yang terikat maupun tidak terikat dalam kulit. Bahan yang digunakan antara lain air, ZA, H2SO4 yang telah diencerkan 10X dengan air.div>
Proses pengikisan protein (Bating) Proses ini bertujuan untuk memecahkan zat kulit dengan khemikalia yang mengandung protein. Bahan bating yang digunakan adalah oropon.
Proses pembuangan lemak (Degreasing). Bertujuan untuk membuang sisa-sisa lemak baik setelah pickle maupun sebelum proses penyamakan.bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain iragol Daatau sandopan DTC.
Proses pengasaman (Pickling). Bertujuan untuk mengasamkan kulit pada pH 3 – 3, 5. bahan pickle berasal dari asam-asam organik lemah seperti format dan laktat, selainitu juga menggunakan air, garam, HCOOH dan H2SO4.
Proses penyamakan (Tanning). Tanning bertujuan untuk menghindari kekakuan dan kekerasan kulit, sehingga kulit tetap lemas ketika dalam keadaan kering dan dapat bertahan lama. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses ini diantaranya adalah mimosa, krom, formalin, Na2CO3.
Proses penggantungan (Aging). Setelah proses tanning maka kulit akan mengalami proses aging, dimana kulit digantungkan di atas kuda-kuda kayu dan biarkan agak kering tanpa penjemuran dengan sinar matahari. Setelah itu kulit ditimbang dan di cuci selama 15 menit.
Proses netralisasi (Neutralization). Bertujuan untuk menetralkan asam bebas yang berada pada kulit. Bahan-bahan yang dipakai untuk netralisasi yaitu bahan-bahan yang bersifat alkalis.
Proses penyamakan ulang (Retanning). Penyamakan ulang dimaksudkan untuk memberikan sifat unggul yang lebih baik yang dimiliki bahan penyamak lain. Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah bahan penyamak sintesis, nabati atau mineral.
Proses pewarnaan dasar (Dyeing). Proses ini bertujuan untuk memberikan warna dasar pada kulit tersamak agar dapat memperindah penampakan kulit jadi. Bahan yang digunakan antara lain air, leveling agent, cat dasar, asam formiat.
Proses peminyakan (Fat Liquoring). Proses peminyakan bertujuan untuk mendapatkan kulit samak yang lebih tahan terhadap gaya tarikan atau gaya mekanik lainnya, disamping itu untuk menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan lainnya, sehingga kulit lebih lunak dan lemas. Bahan yang digunakan adalah air, minyak sulphonasi dan ditambahkan anti jamur.
Proses fixasi (Fixation). Proses ini bertujuan untuk memecahkan emulsi minyak dan air sehingga airnya mudah menguap pada saat dikeringkan. Bahan kimia yang digunakan adalah HCOOH yang telah diencerkan 10X dengan air, dan ditambahkan anti jamur.
Proses pengeringan (Drying). Tujuan dari proses pengeringan ini adalah mengurangi kadar air bebas di dalam kulit secara bertahap tanpa merusak kulit, zat penyamak dan minyak yang ada di dalam kulit, caranya dengan menggantung kulit pada kuda-kuda kayu dan diangin-anginkan.
Proses penyelesaian. Pada proses ini kulit di beri binder, pigment, penetrator, filler, wax, thinner atau lack sesuai dengan tujuan penggunaan kulit samak tersebut. Kulit yang telah di cat dan dikeringkan lalu disetrika atau diembosh untuk memberi motif pada permukaan kulit dan memperindah penampakannya.
Penyamakan Krom
Proses penyamakan kulit bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikroorganisme,khemis, atau phisis, menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Metode penyamakan kulit menggunakan bahan penyamak nabati dan bahan penyamak mineral.
Bahan penyamak mineral yang yang berasal dari logam kromium disebut krom. Penyamak mineral paling umum menggunakan krom mutunya ditentukan oleh kadar krom (yang biasa dinyatakan sebagai krom oksidasi). Metode penyamakan krom sangat berbeda dengan metode penyamakan nabati. Demikian pula hasilnya. Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/lemes, dan lebih tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya lebih tinggi dan hasilnya akan lebih baik bila dilakukan pengecatan. Karena sifat-sifat tersebut kulit samak krom lebih cocok untuk dijadikan kulit atasan. Garam besi menghasilkan kulit yang kurang baik warnanya dan mudah patah, sedangkan garam aluminium menghasilkan kulit berwarna putih. 
Penyamakan krom (chrome) merupakan penyamakan yang di mulai dengan pH rendah atau keadaan asam yaitu antara pH 2 sampai pH 3. Oleh sebab itu kulit perlu pengasaman agar mendapatkan kondisi yang di inginkan. Lama proses penyamakan krom biasanya memerlukan waktu antara 4 sampai 8 jam. Hal ini bukan merupakan patokan atau standart,tetapi juga tergantung dari tebal tipisnya kulit.
Selesai proses penyamakan,kemasakan kulit diuji gengan air mendidih selama 2 menit. Jika terjadi pengkerutan tidak lebih dari 10%,berarti kondisi kulit sudah masak. Faktor yang penting dalam mempengaruhi sifat fisis kulit tersamak di antaranya adalah struktur kulit mentahnya. Kekuatan tarik merupakan salah satu faktor yang perlu di perhatikan dalam melakukan penilaian terhadap kulit jadinya. 
Kekuatan tarik yang rendah menunjukkan kualitas serat kulit yang rendah. Dalam industri perkulitan,kulit krom menempati pasaran yang sangat baik terutama untuk kulit atasan sepatu,sarung tangan,pakaian dan lain-lain.
Kelebihan-kelebihan kulit samak krom yaitu:
1. Kulit tersamak yang dihasilkan warnanya lebih terang
2. Kekuatan tariknya lebih tinggi dibandingkan dengan samak lainnya.
3. Kestabilan yang baik terhadap bahan-bahan kimia kecuali alkali.
4. Mempunyai sifat fisik kemuluran dan kelunturan yang baik.
5. Pada proses pengecatan dasar,menghasilkan warna yang cemerlang.
6. Daya serap yang baik terhadap air dan udara.
7. Proses penyamakannya dengan waktu yang relatif pendek.
8. Mempunyai sifat kelunakan yang baik.
9. Tahan terhadap air atau pencucian.
Bahan Penyamak Krom 
Bahan penyamak krom dibuat dengan jalan mereaksikan beberapa bahan tertentu seperti kalium bikhromat, gula pasir, dan asam sulfat. Bahan penyamak krom ini dapat berbentuk tepung (powder),padat atau cairan. Yang paling banyak dipasaran adalah bahan penyamak yang berbentuk tepung. Biasanya yang berbentuk cair biasa disebut Reduced Chrome.
Warna bahan penyamak krom adalah hijau tua, yang merupakan warna dari krom kompleks bervalensi 3+. Garam kompleks dibuat dari natrium bikromat (Na2Cr2O7) atau kalium bikromat (K2Cr2O7) yang direduksi dengan glucose atau gula pasir dalam suasana asam.
Pereaksi yang digunakan reduced chrome adalah sebagai berikut
· Natrium trio sulfat
· Perhidrol (H2O2 3%)
· Larutan NaOH 0,1 M
· Larutan NaOH 1 M
· Asam chlorida (HCl 4 M)
· Esther
· Kalium Iodida (KI 1M )
· PP indicator
· Amylum Indicato
· Batu didih
Ikatan Bahan Penyamak Krom dengan Kulit
Dalam penyamakan krom terdapat 4 tahapan reaksi yang terjadi bersamaan. Reaksi ini terjadi antara ligan-ligan koordinasi pada kromium komplek. Dengan pengaturan kondisi pH,suhu,dan konsentrasi kemungkinan dominasi dari masing-masing reaksi dapat dikontrol. Keempat reaksi-reaksi itu adalah:
1.Reaksi antara gugus OH dan krom
2.Reaksi antara kation dari komponen krom dan sulfat
3.Reaktivitas dari bahan masking,misalnya formiat 
4.Reaktivitas dari protein kulit
Pada pH rendah konsentrasi OH dalam larutan juga rendah dan basisitas kromium juga rendah. Reaksi pertama dengan kenaikan pH akan mengarah ke kanan. Koordinasi dari ion-ion sulfat cenderung tidak dipengaruhi oleh pH dan ion sulfat akan masuk ke dalam kompleks pada pH rendah. Pembentukan ikatan koordinasi asam organik lemah atau bahan masking (masking agent) dengan kromium komplek,tergantung pada asam dan nilai pH yang tinggi akan menaikkan kereaktifan Protein kulit ,setelah terjadinya ionisasi tersebut nilai pH menjadi rendah dan kereaktifan terhadap kromium juga lebih kecil. Reaksi gugus karboksil pada protein sama dengan asam lemah tetapi cenderung lebih dipengaruhi oleh perubahan pH.
Kenaikkan pH akan menaikkan basisitas kromium komplek (lebih banyak OH yang masuk kedalam komplek). Dengan naiknya nilai pH maka reaktifitas protein juga meningkat dan tahap awal penyamakan tercapai. Pada akhir penaikan basisitas yang berarti basisitas tinggi dan ion sulfat sebagian sudah meninggalkan komplek. Penggabungan kromium komplek secara sempurna dengan protein kulit akan menghasilkan ikatan silang. Dengan naiknya basisitas,dua senyawa kromium saling bergabung antara satu dengan lainnya melalui gugus OH.
Mekanisme Penyamakan Krom
Garam khrom yang dapat digunakan untuk penyamakan adalah garam Cr yang bervalensi 3 dalam bentuk senyawa khrom sulfat basis. Selain sisa asam yang terdapat gugus OH yang terikat pada atom Cr. Perbandingan jumlah OH terikat dengan jumlah maksimum Cr dapat mengikat OH disebut Basisitas. Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak khrom ditentukan oleh kadar khrom yang biasa dinyatakan sebagai Cr2O3.
Sifat dari larutan khrom adalah sebagai berikut
· Dalam larutan pekat molekulnya kecil, sehingga penetrasinya mudah
· Dalam larutan encer molekulnya besar, sehingga penetrasinya sukar
· Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah
· Pada basisitas tinggi daya ikat (fiksasi) tinggi
· Pada basisitas rendah mudah larut
· Pada basisitas tinggi akan mengendap

Penyamakan dimulai dengan daya ikat kecil, prestasi besar kemudian setelah khrom masuk ke dalam kulit, daya ikat dinaikkan dengan cara menaikkan basisitas. Biasanya di mulai dari basisitas 20-33%, kemudian dinaikkan pada basisitas 50-55%. Garam khrom ini mampu bereaksi dan membentuk ikatan dengan asam amino bebas dalam struktur protein kolagen yang relative.
Ikatan yang terbentu antara khrom dengan protein kulit disebut ikatan saling yang terbentuk selama proses penyamak akan menyebabkan berubahnya sifat kulit mentah menjadi lebih tahan terhadap pengaruh fisis maupun khemis seperti yang telah disebut dimuka. Seperti halnya bahan penyamak nabati, bahan penyamak krom juga mempunyai sifat-sifat tertentu yang berhubungan dengan besar kecil molekul krom, yang erat kaitannya dengan basisitas antara lain menurut Schorlemmer, Procter, dan Sistem Amerika.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyamakan Krom
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyamakan krom antara lain:
a.Basisitas
            Bahan penyamak krom membuat keberadaan basisitas. Basisitas yang semakin tinggi akan memperbesar krom komplek dalam larutan. Penggabungan dua atau lebih atom krom lebih dulu secara bersama dengan group hidroksil mengakibatkan terjadinya olation. Basisitas berhubungan sekali dengan pH. Reaksi antara krom komplek dengan OH dalam larutan tidak akan segera terbentuk,sehingga perubahan pH tidak menghasilkan basisitas baru dengan segera.
Basisitas dalam krom kompleks di definisikan sebagai presentase jumlah molekul hidroksil (OH) yang terikat dalam total valensi krom. Jika atom krom mengikat satu gugus hidroksil berarti senyawa ini mempunyai basisitas 33%,sedangkan yang mengikat dua gugus hidroksil (OH) senyawa ini mempunyai basisitas 66%.

Di dalam penyamakan krom dimulai dengan larutan yang mempunyai daya samak rendah yang berarti basisitas rendah dan diakhiri dengan larutan yang mempunyai daya samak tinggi yang berarti basisitas tinggi yaitu maksimum pada basisitas 50%.

Basisitas merupakan hal yang penting karena ini berhubungan dengan larutan krom,sehingga dalam penambahan ke dalam larutan krom,sehingga dalam penambahan bahan-bahan seperti NaHCO
a, NaCO,dalam penambahan ke dalam larutan krom harus dengan perlahan-lahan dan dengan pengadukan. Jika konsentrasi alkali terlalu tinggi akan menyebabkan terjadi garam krom yang terlalu cepat,dan apabila terjadi hal tersebut sulit untuk dipisahkan kembali sehingga akan berakibat fatal. 


b. pH
Nilai pH dari larutan penyamakan krom sangat penting dimana pH yang tinggi akan mempercepat reaksi pada protein. Jika pH terlalu cepat atau terlalu tinggi akan mempercepat pengendapan bahan penyamak krom dalam larutan.

c. Temperatur
Temperatur yang tinggi akan mempercepat pergeseran reaksi. Pada temperatur tinggi reaksi pengikatan bahan penyamak krom dengan protein kulit semakin cepat dan olasi dari bahan penyamak krom menjadi lebih besar. Perbedaan pengaruh kebengkakan, penyamakan yang tidak rata, dan rajah tergambar dapat disebabkan karena temperature yang tinggi pada awal tahap penyamakan. Hampir semua penyamakan krom dimulai pada temperatur yang rendah.
d.Waktu
Proses penyamakan krom dan terbentuknya komplek baru, basisitas baru, olasi dan komplek yang ter-masking bukan merupakan reaksi yang cepat. Kecepatan masing-masimg reaksi berubah dengan kondisi pH dan temperatur.
e.  Konsentrasi
Pada konsentrasi tinggi lebih banyak ligan dalam larutan yang akan bergabung dengan snyawa krom. Basisitas dari krom komplek juga akan menjadi rendah. Konsentrasi dan keseimbangan larutan dalam proses penyamakan krom harus dijaga agar tetap.



DAFTAR PUSTAKA
Said, Muhammad Irfan. 2012. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Universitas Hasanuddin. Makassar

Comments

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^com
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.club....^_~
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Anatomi dan Histologi (Ayam dan Domba)

Biokimia Dasar (Protein)